Minggu, 15 Maret 2015

Bukan Cerpen tapi Diary



#7
Fake Confessions

               Rabu pagi yang mendung kali ini tak membuat semangatku pudar. Hari ini adalah hari pertama aku sekolah setelah 2 hari sakit, sebenarnya kepalaku masih agak pusing tapi setelah melihat wajah teman-temanku kemarin yang datang kerumahku, aku jadi punya semangat untuk sekolah, tentunya dengan harapan mendapatkan sebuah ‘keajaiban’ bersama Aby.
               Dan sebenarnya lagi, harusnya aku sudah sekolah kemarin, seperti yang sudah kukatakan pada Gira, tapi entah mengapa, kemarin penyakit malas tiba-tiba datang menyerangku, yang membuatku tak bisa lepas dari selimut dan bantal guling. Padahal kondisiku sudah lumayan baik kemarin, meski masih sedikit pusing, seperti alasanku sebelumnyalah.
Jam pelajaran pertama hari ini adalah Pendidikan Jasmani, jadi kami olahraga! Yeay! Aku dan Juni berjalan bersama menuju lapangan, tengah asyik mengobrol tentang salah satu Girlband korea yang akan comeback dalam waktu dekat ini. Di depan kami ada Ani dan Riska yang tengah berjalan bersama namun tak satupun dari mereka mengatakan apapun, sunyi dan diam.
Masih dalam perjalanan kami, aku melihat anak yang sering melewati kelas kami, anak dengan perawakan tinggi dan kulut sawo matang. Semakin sering anak ini muncul di depanku, semakin aku ingin tau lebih dalam tentang dia, bahkan aku tak tau siapa nama anak ini.
Sesampainya di lapangan, aku dan Juni langsung bergabung ke barisan. Menit kemudian para siswa mulai berpencar, aku sendiri sudah meminggir tak ingin ikut olahraga karena kondisiku masih belum terlalu pulih. Kata Mamaku, aku harus banyak gerak biar ceapt sehat, tapi kata Papaku aku harus banyak berisitirahat. Sebenarnya aku bingung mau mengikuti kata siapa, jadi kuputuskan untuk mengikuti keduanya. Beristirahat sebentar lalu ikut berolahraga sebentar.
Aku memandang para siswa wanita yang tengah bermain bola Volly dengan ceria, di sisi lain, para anak laki-laki tengah bermain bola basket. Aby dan Adit ada pada tim yang berbeda hingga sekarang aku dapat melihat mereka berdua tengah memperebutkan bola lengkap dengan keringat yang jatuh dari wajah mereka dan itu membuat mereka berdua tampak keren.
Oh astaga! Harusnya aku tak lagi membahas Adit setelah apa yang telah ia lakukan padaku beberapa hari yang lalu, setelah aku sakit hati! Harusnya aku hanya boleh fokus pada Aby, cukup Aby seorang!
Tahu-tahu, Adit muncul di hadapanku untuk mengambil bola yang entah kapan dan mengapa sudah ada di depanku, ada apa denganmu wahaai bola basket yang tersesat?
“Udah sehat?” tanya Adit di sela-sela waktunya mengambil bola itu, dan ia pergi tanpa perlu repot-repot mendengar jawaban dariku. Oke, kuakui aku terlalu lamban dalam mencerna ucapannya barusan, tapi kan pertanyaan semacam itu adalah pertanyaan yang paling tak mungkin keluar dari mulut manis Adit. Kalau begini aku akan gagal dalam program Mupon-ku!
Tanpa di duga, seseorang memanggilku, “LIAN! Mau ikut nggak, kita kekurangan pemain nih!” panggil Dila dari lapangan Volly dengan semangatnya, aku mengangguk setuju lalu berlari kearah mereka.
“Tim mana yang kurang” tanyaku sambil berdiri di tengah-tengah lapangan dengan gaya cool – menurutku saja, lho ya.
“Tim sini aja Lian” tawar Ani dan aku mengikuti tawarannya itu.
Permainnan telah berlangsung selama beberapa menit, namun yang kulakukan hanya berlari untuk mengambil bola, tahu begini lebih baik aku duduk menonton kalian bermain! Bukannya jadi pembantu dalam ngambilin bola kayak begini, kalian nggak tahu apa kalau kondisiku ini masih belum terlalu baik?!
“Lian tolong ambilin!”  Dan kata-kata menjengkelkan itu terdengar lagi.
“Kenapa harus aku?” komentarku mulai terdengar marah, tak terima karena terus menerus jadi pembantu mereka. Apa susahnya sih mengambil bola sendiri? Kan mereka yang memukulnya hingga jatuh keluar lapangan, bukan aku! Disini aku hanya sebagai patung selamat datang!
“Karena kamu yang paling dekat buat ngambil bola”
Oke, alasan yang logis!
Aku mendengus dengan langkah malas-malasan mengejar bola yang tengah menggelinding tanpa ada niat untuk berhenti itu, lalu bola lain lewat. Dasar! Apa mereka benar-benar ingin mempermainkanku? Ini tidak lucu tahu!
Setelah banyak sekali protes, akhirnya aku menunduk untuk mengambil bola yang kebetulan jaraknya tak terlalu jauh dariku, namun tangan lain muncul. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat siapa yang menjadi korban sepertiku hingga harus mengambil bola juga, tapi aku masih belum melihat wajahnya dengan terlalu jelas karena sinar mentari pagi yang tiba-tiba muncul – padahal tadi kan cuaca mendung! – membuatku silau, perlahan wajah itu tertampang nyata. Aby!
Aku terpaku sebentar dengan posisi seperti itu, lalu kembali ke akal sehatku. Aku menatap tanganku yang sudah menyentuh bola itu dan tangan Aby yang ikut-ikutan mengambil bola itu juga.
Demi menyembunyikan jantungku yang berdentam-dentam, juga menyembunyikan wajahku yang pastinya sudah memerah, aku menendang bola itu jauh-jauh. Aku tahu kakiku sedang sakit sekarang karena yang ku tendang itu bola basket kencang, bukan sekedar bola kaki atau bola volly. Melihat tingkahku ini, Aby hanya menghela nafas dan kembali mengejar bola itu.
Satu kata, BODOH!
Bodohnya aku, bukannya memanfaatkan kejadian romantis ala drama-drama korea yang selama ini sering aku impi-impikan, aku malah menendang bola itu. Bodoh! Harusnya kan aku mengambil bola itu dan ia ikut0-ikutan mengambilnya lalu kami bangun bersamaan sambli saling tatap dengan penuh cinta. Ahhh bodoh, bodoh, BODOH!
Aku kembali ke lapangan lalu melemparkan bola volly itu, selanjutnya aku pergi meninggalkan mereka, aku sudah tak memiliki minat untuk bermain volly lagi setelah apa yang terjadi.
~*~
Aku duduk dibangkuku sambil berpangku tangan menatap Ani dan Riska tengah berbincang-bincang dengan amat serius, sebenarnya aku tahu itu tentang apa tapi sesuatu dalam diriku memaksa untuk mengetahui lebih dalam. Aku pun berdiri hendak menghampiri mereka namun kembali duduk setelah mendengar suara bel masuk yang berbunyi.
Pukul 12.30, pelajaran Matematika dan ibunya tak bisa datang entah karena apa – itu kata Adit si ketua kelas. Adit tengah berdiri di depan kelas dengan membawa sebuah kertas, ia pun menuliskannya soal itu kedepan tanpa perlu repot-repot menyuruh sekertaris untuk menuliskan itu, anak yang rajin.
“Kerjakan! Selesai nggak selesai wajib di kumpul!” teriaknya dan mendapat anggukan kompak dari kami sekelas, kami pun mulai mengerjakan soal itu.
Para siswa mulai berpencar hingga tak satupun yang berada di bangkunya, bahkan aku sendiri sudah duduk disamping Adit, duduk di bangkunya Aby, sedangkan Aby tengah duduk di bangkuku dengan nyamannya. Beberapa  menit kemudian aku sudah kembali duduk dibangkuku bersama Juni sedangkan Aby sudah kembali duduk di bangkunya bersama dengan Adit. Satu kata, aneh.
Aku, Irma dan Ifah tengah membuat tugas Matematika bersama, lalu Adit datang disusul dengan satu per satu anak buahnya. Hingga akhirnya, di barisan kami ini yang biasanya berisi 6 siswa saja, berubah menjadi barisan paling padat, ada 10 siswa labih disini!
“Gimana, nomor 5 udah belum?” tanya Adit entah pada siapa dan tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya, haha. “WOY! NO 5 UDAH BELUM?” teriaknya emosi.
“Udah, nih” jawab Irma akhirnya. Dan dengan sekali gerakan cepat, Adit yang entah kapan sudah duduk di sebelahku mengulurkan tangannya melewatiku dan mengambil kertas itu, aku sendiri sudah diam tak bersuara.
“CEPET! Tinggal 10 menit lagi!” teriak Tio membuat kami gelabakan, aku buru-buru membalik bangkuku namun bangku itu terasa berat dan saat aku menoleh ke belakang, seseorang telah duduk satu bangku denganku, SATU BANGKU dan itu adalah, “Aby”
“Iya, kenapa?” jawabnya lalu menoleh padaku membuat mata kami bertemu, dalam jarak yang hanya beberapa centi ini, aku yakin wajahku sudah memerah sekarang.
“Nggak apa kok” kataku kembali duduk di posisi semula. Sekali lagi, aku berada pada jarak yang sangat dekat dengan Aby, kali ini aku bahkan berada di satu bangku yang sama dengannya, SATU BANGKU!
Kenapa? Kenapa keajaiban beruntun ini datang padaku? apakah ini sebuah pertanda akan muncul keajaiban lain? Atau bahkan keajaiban ini memakan tumbal? Ahh, aku tak tahu. Tapi jauh di lubuk hatiku, aku ingin menikmati masa-masa ini, aku ingin waktu berhenti, aku ingin merasakan panas suhu tubuh Aby yang sekaang terasa di pundakku.
“IBU OTW!” Tio kembali berteriak membuat kami semua terperanjat, aku menatap Aby yang tengah mempercepat tulisannya, bahkan ia tak mendengar apa lagi yang sedang Riska katakan padanya padahal sejak tadi, mereka tengah sibuk mengobrolkan sesuatu yang aku tak tahu pasti apa itu dan tentu saja diabaikan seperti itu membuat Riska marah. Rasakan!
Aku yang sedang tertawa cekikikan terkejut karena tiba-tiba Aby bangun dan berlari terburu-buru kembali ke bangkunya. “Untung nggak jatuh”
Dan ibu Intan masuk kekelas dengan langkah besar-besar. Sudah terlambat untuk masuk ibu, dan tau tidak, ibu lebih baik masuk ke kelas saja kalau taunya nggak masuk tapi ngasih tugas banyak plus susah kayak gini.
“Maaf yah anak-anak karena ibu nggak bisa masuk. Tapi tugasnya sudah selesai semua kan? Adit, kumpulin tugasnya yang tadi. Siswa yang lain boleh keluar” Ibu Intan berkata tanpa jeda.
Aku dan anak-anak yang lain mulai mengumpulkan tugas kami ke meja Adit, lalu mempersiapkan diri untuk pulang.
“Inget, jangan pulang dulu. Hari ini kita ada rapat kelas” bisik Juni di telingaku.
Ahh, benar juga. Hari ini kan rapat kelas, jadi aku harus menyisihkan waktu berhargaku untuk nonton drama korea demi rapat kelas tak berguna ini. Sial!
Aku keluar dari kelas dengan membawa botol air minumku, niatku yang sebenarnya adalah untuk menghirup udara segar tanpa tugas di luar lalu minum ala iklan-iklan minuman penyegar di TV, Oh sepertinya aku kena masalah kordiopulmonar sekarang. Aku pun mencuci tanganku dengar air dari botol minum yang kubawa, lalu tangan seseorang tiba-tiba ikut mencuci tangan diair yang sama denganku, sekaligus mendekatkan dirinya padaku, hingga posisi kami sekarang bersebelahan, orang itu...
“Aby” Untuk ke sekian kalinya, aku menyebut nama itu, dan seperti biasanya orang yang di panggil menyauti dengan kata “Iya, kenapa?”
Tahu-tahu, Ifah muncul bersama Juni. “Ih, kalian kenapa sih? Dari tadi nempel mulu. Kayak orang pacaran aja” komentar Ifah, dan di setujui oleh Juni lalu sekian detik kemudian mereka menatapku dengan tatatapan ciye-yang-akhirnya-bisa-deket-deket-sama-Aby, dan Ifah memberiku kode lewat gerakan matanya.
Kuakui aku orang yang cukup lamban dalam menerima rangsangan kode seperti yang sedang di lakukan Ifah sekarang, jadi aku hanya menggendikan bahu dan menutup botol minumanku.
Dan seakan tak ada yang lebih mengejutkan lagi, ibu Intan tiba-tiba muncul dari pintu kelas, menatap kami berdua yang posisinya masih belum berubah dengan tatapan yang mencurigakan, ia pun berlalu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Habislah, nama baikku sebagai cewek baik-baik sudah tercemar!
Memang sih aku suka berada pada jarak yang dekat dengan Aby seperti ini, tapi kan aku jadi curiga kalau seperti ini terus. Rasanya tak mungkin keajaiban seperti ini datang bertubi-tubi, ini seperti aku adalah sebuah bunga layu di tengah-tengah bunga yang tengah bermekaran lalu sebuah kupu-kupu datang dan lebih memilih untuk menghampiriku dari pada bunga lainnya. Ini aneh, semoga saja hal buruk tak datang setelah kejadian ini.
~*~
Esoknya, aku berangkat kesekolah. Suasana hari ini di dominasi dengan hujan rintik-rintik.
Sekelompok kakak kelas dengan wajah cantik-cantik lewat, semilir bau parfum mereka yang menecemarkan paru-paru membuatku terbatuk-batuk. Sekarang adalah waktu istirahat makan, dan aku tengah duduk di teras kelasku dengan membawa bangku dengan susuah payah dari dalam.
Ditanganku ada teh gelas yang masih tertutup dengan rapi, bahkan sedotannya masih ada di penjualnya karena tadi aku lupa memintanya. Di pangkuanku ada beberapa makanan ringan yang sedari tadi tak ku gerak sama sekali. Melihat ini, aku merasa kembali ke masa-masa SMPku.
Dulu, kalau aku sedang latihan paduan suara dan punya banyak makanan dan minuman seperti ini biasanya akan jadi bahan incarannya Adit dkk. Dulu pernah aku coba menaruh permen karet 5 buah dan snack nabati ship 2 di sampingku sedangkan aku sibuk memainkan handphoneku, tak perlu waktu lama, Adit, Tio dan salah satu adik kelas sudah mengambilnya dalam satu gerakan cepat lalu memberikan ekspresi ala pencuri handal. Selanjutnya, aku dan teman-temanku muncul dan mambuat mereka malu sendiri saat tahu kalu aksi mereka tadi hanya akal-akalan kami saja.
Lucu
Mengingat hal ini, membuatku rindu dengan masa-masa SMP. Biasanya saat jam istirahat seperti ini, aku, Via dan Heru masih berada di kantin, bergulat dengan sekian banyak orang demi mendapatkan makanan yang kami inginkan. Sungguh masa-masa yang sangat indah, aku benar-benar merindukan mereka!
Tringg
2 dari 3 jumlah makanan ringan yang tadi ada di pangkuanku sudah menghilang. Aku buru-buru mencarinya dan mendapati sosok Adit di dalam kelas tengah membukanya dan menatap kearahku takut-takut dan ia langsung melengos saat tau aku tengah menatapnya. Kebiasaan dia memang tidak berubah rupanya.
“ADIT!” teriakku, sambil mendekatinya dengan langkah yang di hentak-hentakkan. Sedangkan Adit sudah berlari keluar kelas dengan tetawa khasnya.
“Sabar ya Lian. Kamu kayak nggak tau sama sifat Adit aja” ucap Tio simpatik. Diikuti oelh Putra dan yang lainnya. Sedangkan aku hanya tersenyum miris memikirkan nasib makananku yang akan menjadi santap siangnya Adit.
Tak berselang lama, Adit sudah kembali masuk ke kelas dengan wajah kelelahan. Kenapa lagi dia? Habis di kejar orang lain karena mengambil makanan mereka? “Makanan aku mana?” kataku sambil mendekatkan diri padanya dalam jarak yang begitu dekat.
“Itu nggak penting. Sekarang, aku dapet tugas dari bu Kimia kita. Katanya dia nggak bisa masuk” ucapnya dengan nafas tersengal, lalu tersenyum penuh kemenangan, seakan ia adalah pembawa kabar gembira ke kelas ini.
~*~
Aku menulis catatan kimia yang disuruh oleh ibu Kimia yang aku lupa namanya siapa, sedangkan teman-temanku yang lain sibuk bermain, termasuk ketua kelas, wakilanya dan para sekertaris. Fiuh, kelas yang aneh kan.? Begitulah
Sret
Tulisanku tercoret panjang. Aku menoleh geram ke sampingku. “Udah Fah udah! Ini yang ke 3 kalinya lho kamu coret”
Ifah hanya tertawa, “Kalau nggak sanggup, pindah sana” ucapnya kejam. Padahalkan kami baru satu minggu ini sebangku, masa’ dia sudah mau mengusirku dengan cara seperti ini. Tau begini, aku lebih memilih kembali duduk bersama Juni.
“Oke, aku pindah” ucapku akhirnya, menyerah dengan keadaan ini. Aku lelah! Kalian pikir aku tidak jenuh kalau tiap hari selalu di usili seperti tadi? Kalian pikir aku tidak akan marah karena hal-hal seperti ini?! Oke mungkin ini masalah sepel, tapi kalau terus menerus dilakukan, aku jenuh juga, aku marah juga!
Aku duduk di belakang Aby dan Riska yang duduk di satu meja yang sama, hanya saja posisinya membelakangiku.
Mungkin, mungkin saja aku akan merasakan sakit yang teramat hebatnya jika melihta mereka berdua dalam jarak yang sedekat itu. Tapi aku tak melakukan apapun. Aku malah sibuk dengan catatan yang harus ku ringkas itu. Melupakan tentang Aby dan juga Riska yang ada di sampingnya.
Tiba-tiba, Tio berteriak histeris di depan, “Akhirnya. Aby kena. Hahaha”
Semua orang yang bermain permainan itu langsung menatap ke Aby dengan tatapan penuh selidik. Aku sendiri mulai tertarik dengan apa yang mereka mainkan, meski mataku masih tetap  tertuju pada buku kimia yang ada di depanku.
“Pilih pertanyaan atau tantangan?!” teriak Tio heboh, sangat heboh malah.
Ohh, rupanya mereka sedang bermain ‘pertanyaan atau tantangan’, pikirku mereka bermain permainan yang sedikit berguna, rupanya. Huh, sama sekali tak berguna! Kalau memilih pertanyaan, artinya mereka harus rela menjawab pertanyaan yang di tunjukkan pada mereka sedangkan kalau mereka memilih tantangan, mereka harus menuruti apa yang diperintahkan kepadanya. Kasihan sekali Aby harus kena dalam putaran kali ini.
“Tantangan” ucap Aby semangat, bahkan sampai tertawa-tawa tak jelas. Tio pun tertawa licik, aku sendiri hanya menatapnya curiga. Apa yang dipikirkan oleh anak ini?
Tio berjalan keluar bangkunya dan mendekati Aby yang duduk bersama Riska. “Tantangannya adalah... Nembak Lian dan pastiin kalau Lian nerima kamu!”  teriaknya, sampai-sampai orang dari kelas sebelah yang kebetulan juga tidak be;ajar mengintip dari sudut jendela.
APA-APAAN?!
“Kok aku?” tanyaku pada Tio, tak setuju dengan tindakannya. Memang sih aku menyukai Aby, tapi tidak harus begini. Dan kenapa Tio harus memilih aku? Memangnya dia tahu aku suka sama Aby? Tidak kan? TIDAK!!!
“Karena kalian cocok” ucap Gira mewakili yang lain..
Oke, terima kasih gira. Dan semoga kecocokan kami akan berlanjut hingga dewasa nanti – apa ini? – tapi aku...
Aby berdiri dengan gaya sok – memang – coolnya dan membalik badannya, ia mendekatkan tubuhnya kearahku, membuat jantungku berdegub tak karuan. Ini terlalu dekat! “Kamu terima-terima aja yah” pintanya sambil berbisik, aku hanya menatap wajahnya datar lalu mengangguk kaku.
Deg deg deg
“Oke, dengerin baik-baik. Lian, aku su–”
“ABY!!! Buku aku mana!” Dari jauh, Indah berteriak dengan kerasnya, membuat seisi kelas menatapnya sangar, termasuk aku. oh, kenapa semua anak kelas ini harus peduli dengan peristiwa ini, aku jadi malu! Its so embarrassment, ya!
Memang sih, aku benar-benar senang dengan peristiwa ini, tapi kan aku malu. ini di depan banyak orang lho, dan kenapa Aby harus teriak-teriak begitu? Memangnya dia punya perasaan yang sama denganku? semoga saja sih iya, tapi kan..
Tahu-tahu, wajah Aby sudah berada pada jarak beberapa centi di depanku, “Ini Cuma main-main, lho. Jadi terima-terima aja yah”
Aku kecewa pemirsa. KECEWA! Dia mengingatkanku kalau ini Cuma ‘Main-main’. Salahku, harusnya aku tak berharap terlalu banyak.
“Lian, aku suka kamu. Mau nggak jadi pacar aku?” Aby kembali melanjutkan kata-katanya yang tadi sempat terpotong.
Aku hanya mengangguk sambil berkata “Iya, aku juga” dan selanjutnya anak-anak kelas sudah bersorak senang. Aku memaksakan diri untuk tertawa. Di sisi lain, aku sangat ingin menangis. Harusnya aku bisa menerima kalau ini Cuma main-main. Lagi pula aku tadi sempat mengatakan kalau permainan ini tak ada gunanya. Ini sama saja dengan ‘peristiwa ini tak ada gunanya’. Memikirkannya membuatku semakin bertambah sedih.
Aby kembali duduk di bangkunya, sedangkan Riska sudah pergi entah kemana. Di sudut sana, Juni, Ifah dan yang lainnya hanya menatapku dengan senyum nakalnya dan dii tengah-tengah kelas, Gira dengan semangatnya berteriak “Inget yah temen-temen. Tanggal 5 desember, Lian sama Aby jadian!”
Aku menatap mereka nanar.
Benar, tanggal 5 desember. Aku dan Aby berpacaran.
Aku tersenyum terpaksa sambil terus memandang kesekitar, lalu menemukan sosok Ani tengah menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku jelaskan, lalu Wulan yang hanya menatapku kosong dan yang terakhir Adit, tengah memandangku dengan tatapan selamat-yah.
Pemandangan ini membuatku sedih.
Tuhan, tolong ingatkan aku kalau ini hanya sebuah permainan. Ini tak lebih dari fake confession.

 Mohon di maafkan karena banyaknya kesalahan kata, cerita yang ngawur dan hal-hal tak menyenangkan halinnya. terima kasih sudah membaca

Selasa, 10 Maret 2015

Bukan Cerpen tapi Diary



#6
Sakit Bawa Keajaiban

Seperti yang kuinginkan, hari ini aku sakit. Senin, hari yang semua pelajarannya merupakan pelajaran favorite ku, hanya itu saja sih, sisanya, musibah! Upacara, amanat pembina, pakaian yang harus selalu rapi, guru-guru killers yang bertebaran di mana-mana dan lain-lain. Begitulah kehidupan di hari senin-ku biasanya.
Sekarang, aku tengah berbaring di tempat tidurku. Tubuhku masih terbalut selimut warna hijau kesayanganku, dahi-ku di beri kompres, wajahku tampak memerah, di sampingku tergeletak handphoneku yang batrenya tinggal 30% dan aku dalam keadaan memeluk boneka beruang kesayanganku.
Sunyi, hanya jam dinding gambar Rilakkuma dikamarku yang berdetak dengan tempo yang sama. Aku mengambil handphoneku lalu memutar sebuah lagu, lagu yang aku suka.
Taeyeon SNSD – If (Ost.Hong Gil Dong)
Lagu lama yang baik musik, lirik, ataupun terjemahan dari liriknya sangat aku sukai.
Dan aku terlelap dengan tenang.
11.00
Aku terbangun dari tidurku. Kepalaku tidak sepusing sebelumnya, badanku sudah tak lagi panas atau singkatnya keadaanku sudah cukup membaik. Namun tetap saja, keadaanku belum benar-benar pulih.
Mamaku tahu-tahu masuk kekamarku. “Gimana? Udah mendingan?”
“Ah, udah baikan kok Ma” jawabku
“Oh, ini Mama bawain makanan. Cepat sehat yah” ucap Mamaku manis. Dan aku menerimanya.
“Makasih mama”
“Sama-sama sayang”
~*~
Berjam-jam berlalu, dan aku hanya tertidur di atas tempat tidurku tanpa melakukan apapun kecuali berharap akan kehadiran seseorang saat pulang sekolah nanti. Dan orang yang kuharapkan itu adalah Aby dan Adit, namun, kemungkinannya sangat kecil, mereka pasti sibuk dengan urusan mereka masing-masing, bagaimana mungkin mereka atau salah satu dari mereka sempatt berfikir tentang ‘menjenguk diriku yang sedang terkulai lemah di atas kasur sepanjang hari’ ini!
Kalau jam segini, biasanya kelas lagi ribut atau lagi mengumpat guru mata pelajaran, kelas yang aneh memang tapi karena kelakuan aneh itulah aku jadi merindukan suasan kelas. Parah! Padahal selama beberapa bulan bersama aku tak terlalu peduli dengan suasana kelas atau apalah itu yang berhubungan dengan kelas itu, sial.
Aku bosan! Sangat bosan!
Jadi, aku membuka handphoneku yang untungnya sudah ku cas sampai batrenya penuh. Iseng, aku membuka Facebook, dan kebetulan salah satu teman sekelasku On entah karena apa.
Liana: Hey, gak sekolah ya?
Gira: Sekolah dong, kamu tu yang nggak sekolah. Hehe
Liana: Hehe, aku sakit Gi. Eh, di kelas nggak belajar yah?
Gira: Sebenernya belajar tapi ibunya lagi keluar jadi ya gitu deh. Haha, gimana udah mendingan?
Liana: Iya udah mendingan, besok udah bisa sekolah. Rindu kalian!
Gira: Haha, kami selalu ada buat kamu kok Lian, udah dulu yah, ibunya udah OTW tu. Bye.
Liana: Bye.
Oke, bye.
Jam seperti ini adalah jam pelajaran Bahasa Indonesia untuk KBM tambahan. Astaga, aku rugi KBM tambahan 1 hari. Seharusnya aku sekolah!!!
Ting
Handphoneku berbunyi, tanda ada pesan yang masuk.  Namun alangkah terkejutnya aku saat pesan yang masuk ternyata pesan dari operator. Dasar PHP, aku kira itu pesan ucapan ‘GWS’ dari siapa, eh rupanya hanya SMS dari operator, sial.
Aku menatap jam dinding yang sedari tadi berdetak mengikuti rimanya. Tidakkah jam itu merasa bosan? Aku yang hanya tidur di ranjang selama kurang lebih 12 jam saja sudah sangat bosan, maka jam itu harus berdetak tanpa henti sampai batrenya habis. Dan,,, kenapa pula aku harus peduli dengan bosan atau tidaknya sebuah jam dinding? Memangnya dia makhluk hidup?
“Sepertinya, kelamaan tidur membuat kerja otakku agak menu...”
“Liana, ada temen kamu datang!”
Tunggu
APA??
Apa mungkin itu?
Brak
Pintu kamarku terbuka dan disana ada ibuku yang tengah berdiri dengan tak sabaran, “Cepetan bangun,, ada temen-temen kamu datang”
“Siapa, Ma?”
“Nggak tau, kamu tu cepetan bangun”
Aku pun bangun dari tempat tidur, bercermin melihat betapa buruknya aku sekarang, menyisir rambutku yang seperti singa, menuangkan sedikit penyegar untuk wajahku yang berminyak dan kusam dan terakhir aku berjalan keluar kamar mengikuti Mamaku.
Saat sedang berada di ruang tengah, aku mengintip di jendela, berniat untuk mencari tahu siapa orang yang dengan baik hatinya mau datang untuk menjengukku. Disana, aku dapat melihat sosok Tio, Aji, dan entah dua orang lain yang tak aku ketahui siapa karena mereka tengah membelakangiku.
“Ihh Lian, cepetan dong” Mamaku berteriak tak sabaran
“Iya, Ma” ucapku malas-malasan lalu pergi keluar melihat teman-temanku.
Sesampainya diluar, Tio langsung menyambutku dengan tebaran senyuman gratisnya, lalu dua orang yang tak ku ketahui membalik badannya. Aku benar-benar berharap kedua orang itu adalah Aby dan Adit, namun kalau dilihat dari postur tubuhnya, aku tak yakin kalau mereka akan datang.
“Lian, kita boleh nggak minta data makalah Kimia?” tanya Tio sambil berbisik.
Krek
Kukira mereka akan menjengukku atau apalah itu yang menunjukkan suatu rasa ‘perhatian’ tapi nyatanya... Cuma mau minta tugas? Kenapa nggak sekalian ngasih tau kalo ada tugas kelompok dan aku ada di satu kelompok yang sama dengan mereka dan lagi mereka menyuruhku untuk menyelesaikan tugas itu sendiri??
Atau mungkin, mereka kira aku ini hanya sebuah software komputer yang akan melakukan apa saja tugas yang telah diberikan dengan mudahnya?
Oke, lupakan analogi bodoh itu tadi. Tapi, apa aku Cu...
“Gak apa kan Lian?” tanya seseorang yang suaranya benar-benar khas dan benar-benar kukenal, Aby.
Seketika aku meleleh. Suara yang – kalau mau jujur, sih. Jelek – indah itu membuatku terjatuh akan pesonanya. Semua fikiran dan analogi aneh tadi seketika lenyap. “Nggak apa kok, emang kalian belum yah?”
“Iya, tadi kita kena marah. Sebenernya diantara kita yang datang kesini, Cuma Aby yang udah tapi dia ngotot mau ikut” kata Tio dengan nada berbisik. Aku tertawa cekikikan. Ahhh, romantis sekali.
“Ohh oke, benter yah, aku ambil datanya dulu. Sini masuk kerumah dulu, nggak enak kan kalo Cuma diluar”ucapku manis dan berharap kalau mereka terutama Aby akan masuk.
“Nggak usah ah, udah ngerepotin malah nambah ngerepotin lagi” ucap Aji.
Aku pun masuk kerumah dan beberapa menit kemudian aku keluar dengan membawa flashdisk berisikan data kimia.
“Lian, sebenernya kamu bener-bener sakit nggak sih?” tanya Aji sambil menatapku penuh selidik.
“Aku...”
“Sakit apa? Udah Sehat? Aku udah ngebesuk nih? GWS yahh” ucap Aby memotong ucapanku dan parahnya aku hanya senyam-senyum tak jelas mendengar kata-katanya yang amat manis barusan, aku bahkan tak membalas sejuta pertanyaannya itu.
Aku mendadak teringat dengan pertanyaan Aji tadi, apa penampilanku tak menunjukkan kalau aku sakit? Dan aku malah melihat penampilanku di pantulan kaca jendela.  Kaos berwarna hitam dengan tulisan ‘Hey! Cute girl’, celana pendek warna pink, rambut yang kuikat kuda namun tak rapi, oh astaga! Ada yang lebih buruk dari inikah? Pantas saja Aji bertanya apakah aku benar-benar sakit. Bodoh!
“Hmm, yaudah deh, makasih ya Lian, makasih banyak” ucap Tio mengakhiri pertemuan hari ini.
Tidak! Jangan pergi dulu. Aku masih belum puas melihat wajah tampan Aby di rumahku, jangan pergi sekarang, kumohon.
“Udah ini kalian mau kemana?” tanyaku bodoh, yah siapa tau kan mereka mau kemana gitu.
Tio tampak berfikir lalu menjawab, “Mau nganter si Abi nih. Tau nggak? Tadi dia maksa pengen ikut padahal dia nggak bawa motor” ucapnya sedikit berbisik dan aku hanya tertawa cengengesan. Didalam hati aku sibuk berkomentar ‘Manisnya!’ hingga beribu-ribu kali karena perlakuan Abi hari ini, karena keajaiban hari ini, karena aku yang mendadak sakit hari ini. Rupanya, sakit juga bisa membawa keajaiban, seperti hari ini misalnya. Haha!
THANKS

Selasa, 20 Januari 2015

Bukan Cerpen tapi Diary




Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^


#5

Its hurt, ya!

Selamat siang hari Minggu yang membosankan. Dan terima kasih ibu karena telah menghentikanku keluar rumah hari ini, tak lupa terima kasih untuk kakakku tersayang yang telah memonopoli Laptop hari ini dan oh ya satu lagi, terima masih ayahku yang baik karena telah ikut-ikutan memonopoli TV di rumah.
Oh astaga! Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Tidakkah kalian berfikir tentang diriku yang sekarang dalam masa-masa super ribet hanya karena sebuah ulangan tengah semester?! Aku pusing, aku hampir gila – oke aku akui ini terlalu berlebihan – tapi – oh, ayolah – aku butuh hiburan. Ulangan tengah semester tak seharusnya menghentikan semua aktivitasku, karena, toh, aku masih punya Handphone..
Benar! Handphone!! Kenapa tak terpikirkan dari tadi? Dasar bodoh.
Aku mulai memainkan handphoneku. Mulai dari membuka Facebook, BBM, Instagram, Path, dan terakhir Twitter.
Kalau suka sama seseorang jangan setengah-setengah.
Aku mengeTweet sesuatu di Twitterku. Iya benar sekali, itu adalah kata-kata yang Juni ucapkan sekitar 6 hari yang lalu dan sampai sekarang kata-kata itu masih terus terngiang di benakku. Lalu sebuah pesan – bukan mention yah – masuk. Aku buru-buru membukanya.
@Abay_Pranata : Lian boleh nyanya gak?
Itu dari Abay! Dari ABAY!!! Orang yang sempat aku sukai saat SMP, orang kedua yang aku sukai saat SMP. Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai dia mengirimiku pesan  seperti itu?
@Lianafira : Boleh dong, nanya apa?
@Abay_Pranata : Tau gak sama kakak kelas kamu yang namanya Rindita Amalia?
Oh, kakak kelas itu. Kakak kelas yang cantik itu. Kakak kelas yang berpotensi kenjadi Ikon SMA tahun ini. Tentu saja aku tahu.
@Lianadira : Tau, kenapa? Kamu suka sama dia yah?
@Abay_Pranata : Iya, kamu tolong kasih tau aku beberapa informasi tentang dia yah. Bisa kan?
Tentu saja bisa, sangat bisa. Tapi, bukannya Abay baru putusan sama pacarnya sekitar seminggu yang lalu yah? Cepat sekali dia Move On dari pacarnya itu, padahal pacarnya itu cantik banget loh.
@Lianafira : Okesip.
@Abay_Pranata : Makasih.
Dan berakhirlah percakapan kami yang teramat singkat itu.
Keesokan harinya
Pukul 12.30, waktu istirahat makan siang.
Para siswa keluar dari kelasnya, mencari makanan untuk mereka makan – pastilah, memangnya untuk apa lagi. Sedangkan aku, Juni, Adit dan Putra tengah mengobrol di kursi depan kelas kami. Aku berbisik ke Putra hendak menanyakan tentang kakak kelas yang kemrin ditanyakan oleh Abay namun respon Putra malah membuat orang-orang yang ada disitu tau akan niatku.
“Oh, si Rindita, kenal dong” ucap Putra keras. Dasar.
Aku menatap Putra dengan pandangan membunuh sedangkan ia hanya tertawa cekikikan. Tahu-tahu, Adit bergabung dengan kami.
“Siapa? Rindita? Kakak kelas yang cantik itu yah?” tanyanya penasaran. Aku menatapnya ragu namun ucapan Putra lagi-lagi membuatnya berhak mendapat tatatapn tajam dan kalau bisa aku mau menjambak rambutnya agar dia diam.
“Tau gak? Aku suka sama dia, lho” ucap Adit sambil berbisik. Aku, Putra dan Juni menatapnya simpati sekaligus terkejut. Ah, mungkin saja dia hanya bercanda.
“Bukannya kamu pacaran sama Tika yah?” tanyaku mewakili yang lainnya, Adit hanya tersenyum.
“Ya gitu deh, perasaan seseorang selalu saja berubah. Kadang ia mencintai kadang juga ia berhenti mencintai. Seperti itulah siklusnya” jawabnya santai bahkan kelewat santai. Aku, Putra dan Juni hanya bisa memberikan ekspresi bodoh. Adit benar-benar kejam. “Haha, gak usah aneh gitu kali. Ini bukan yang pertama kalinya aku ngerasa kayak gini” lanjutnya membuat aku, Putra dan Juni berekspresi makin parah. Adit tertawa membahana.
“Dasar cowok” umpat Juni diam-diam namun ternyata di dengar oleh Adit. Juni pun pergi melangkah masuk kekelas.
“Oh iya, Lian aku mau tanya.. Kamu kan cewek yah,, kado untuk cewek tu bagusnya apa?” ia bertanya padaku. PADAKU!
“Boneka, Jam, Novel. Hmm, banyak deh. Emangnya buat siapa?”
“Buat kak Rindi”
Ckit.
Sebuah jarum menusuk jantungku. Dia tidak main-main!
Ini, terasa masih terasa sakit meski aku sudah menunggunya sangat lama. Meski selama ini dia sering bergonta-ganti pacar, ini tetap sakit. Kenapa? Karena dia mengatakan itu tepat di depanku. Dan itu sakit. Ah, tidak, aku tidak sakit, aku hanya hancur.
“Kamu kenapa?” tanya Adit sambil melambai-lambaikan melambai-lambaikan tangannya di hadapanku.
“Gak apa” kataku singkat. Aku merasa sangat buruk, aku sedang hancur! Aku masuk ke kelas, melangkahkan kakiku yang terasa berat dan menjatuhkan beberapa pecahan serpihan perasaanku yang hancur.
Sepertinya aku harus segera mengambil keputusan. Good bye,,, Adit.
~*~
“Psssttt”
Aku menoleh, dan melihat sosok Aby tengah melakukan suatu penyambungan obrolan jarak jauh, obrolan dengan kata isyarat.
“Pinjem minyak angin”
Arti dari kata isyaratnya. Aku buru-buru mengambil minyak angin yang ada di tasku lalu memberikannya ke orang di sebelahku dan orang di sebelahku itu memberikan ke orang yang ada di sebelahnya dan seperti itu lah seterusnya hingga akhirnya sampai di tangan Aby. Ia mengucapkan terima kasih.
“Ehem” Orang di belakangku berdehem, dia Riska.
“Kenapa?” tanyaku, sok bodoh atau memang benar-benar bodoh.
“Ciye, kayaknya makin akrab aja nih” ucapnya menggodaku, aku memaksakan diri untuk tersenyum. Mungkin jika dia mengatakan hal itu kemarin aku akan tersenyum senang, tapi dia mengatakannya hari ini. Dan apakah aku harus tersenyum dengan semangatnya hari ini, di saat aku sedang hancur karena pernyataan Adit saat istirahat makan siang tadi? Hmm, Oke, mungkin di beberapa ceritaku sebelumnya sudah menunjukkan kalau aku menyukai Aby di saat aku masih menyukai Adit tapi... ini tetap saja sakit!
Aku merasakan tatapan panas dari belakangku, aku buru-buru kembali ke posisi semula dan melihat Ani yang tengah menatapku tajam. Astaga! Aku hanya menunduk.
Saat ini adalah jam pelajaran Bahasa Inggris. Salah satu pelajaran yang sangat ku benci sejak SMP, entah karena apa.  Aku menatap jam dinding di kelas yang rasanya tak bergerak sama sekali, ada apa dengan jam kelas ini?! Apa batrenya sudah habis?
Tring~
Bel sekolah nan merdu berbunyi setelah beberapa menit – 3o menit bisa dibilang beberapa menit?.
Aku membereskan barang-barangku dan disana aku menemukan sebuah kertas yang dilipat rapi. Astaga! Surat apa ini? Apa mungkin ini surat cinta?. Aku membuka kertas – atau sebut saja surat cinta – itu.
“Ehem” suara seseorang yang sangat kukenal terdengar dan rasanya ia berada di depanku. “Nih, makasih yah” kata sosok itu seraya menyodorkan minyak angin kearahku.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap sosok itu, Aby. Dia terlihat sangat bersinar dengan senyum hangatnya, suaranya terdengar lembut, dan uluran tangannya seakan mengajakku untuk mencintainya lebih dalam. “Sama-sama”
Ia berlalu dan aku hanya menatap punggunya yang terlihat amat tegap, rambutnya di terpa angin melayang kesana kemari, tubuhnya yang terbalut jaket berwarna hitam dengan garis-garis warna merah terlihat menawan. Aku memandang sosok itu hingga ia menghilang.
Oh astaga! Aku hampir melupakan nasib surat itu.
Aku membuka kertas itu perlahan, dan menaruh harapan yang amat besar akan isi surat itu. Namun,, namun... isi nya hanya sebuah tulisan tak berguna, bahkan tulisannya saja tak terlihat karena tertutupi oleh banyaknya coretan-coretan yang sama tak bergunanya. Dengan jengkel, aku meremuk kertas tak berguna itu dan pergi meninggalkan kelas.
Malamnya
Dari: Adit
Ada PR gak?
Dari: Aby
Besok ada PR nggak?
2 buah SMS masuk bersamaan ke Handphoneku dan parahnya isinya hampir sama pula, dan yang tak kalah mengejutkannya lagi itu dari 2 orang yang aku suka! Cantik sekali.
Dari: Putra
Heh, besok gak ada Pr kan?
Oke, Thanks Putra karena telah merusak moment cantik ini.
Aku membalas pesan mereka satu persatu, untuk Adit dan Aby jawabannya bisa dibilang cukup formal, namun untuk Putra, jawabnnya sama sekali tak bersahabat. Salah siapa mengganggu moment cantik yang datangnya mungkin Cuma sekali di Handphoneku.
Dan setelah menunggu cukup lama, tak satupun dari SMSku itu di balas oleh mereka, oke, mungkin ini karma karena Putra, thanks lagi Putra. Astaga sudah berapa kali aku berterima kasih dengan Putra?!
Dari: Adit
Oke, Thanks. Lian, kamu beli jam kamu itu dimana dan berapa harganya? Aku mau kasih jam buat Kak Rindita.
Krek
Hatiku yang baru saja terpasang, hancur, sangat hancur.
Dari: Liana
Di  Mall ICON lantai 2 dekat eskalator, nama tokohnya CintaJam.
Aku menjawab pesan itu dengan perasaan hancur, atau apalah ituyang aku tak mau menjelaskannya. Semuanya sudah terlalu sakit, sangat sakit, sakit sekali.
Dari: Aby
Makasih, oh iya, tadi buku fisika kamu masih ada sama aku. Besok aku kembaliin yah. Sekalian mau nanya, rumus cari jarak GLBB(Gerak Lurus Berubah Beraturan)apa yah?
Pesan dari sosok lain datang,
Dari: Liana
S= V0 t +  a t2
Fisika lagi, akankah Fisika dapat menjadi penghubung antara aku dan Aby?
Dari: Adit
Oh Thank ya.
Dari: Aby
Makasih ya
SMS itu datang bersamaan lagi.
Dan malam itu berakhir dengan datar.
~*~
2 hari yang lalu setelah Adit memberi tahu tentang ketertarikannya dengan Rindi, ia putus dengan Tika, pacarnya yang amat cantik itu. Dan sekarang ia tengah berdiri di tengah-tengah kelas dengan mengangkat sebuah kotak kecil yang telah dihias cantik di tangan kanannya, di belakangnya ada Putra, Aby dan Fitrah tengah berdiri dengan gaya sok cool-nya – terkecuali Aby karena dia memang keren. Oh, ayolah Lian. Kamu sedang patah hati, ingat. Lupakan tentang betapa kerennya Aby sekarang!
“Woy, minta doanya yah. Hari ini aku mau ngasih kado buat kak Rindi, semoga dia mau menerima kado ini sama halnya seperti ia mau menerima hatiku ini. Amin” teriaknya di tengah kelas tidak jelas – bukan hanya menurutku, lho – dan tidak berguna. Tapi rupanya anak-anak kelas kami banyak juga yang tertarik dengan permintaan aneh itu, dan dengan senang hatinya mereka berdoa. Oke, disini aku adalah tokoh antagonis yang jelek tapi berharap sangat besar untuk seseorang yang amat keren dan di puja-puja orang dan parahnya lagi aku malah menyukai orang lain di saat aku masih menyukai Adit. Aku benar-benar serakah dan aku mengakui itu!
Adit dan ke-3 prajuritnya atau sebut saja dayangnya – haha – melangkahkan kakinya meninggalkan kelas.
Semoga sukses, Dit.
“Sabar aja Lian, kadang kisah cinta itu tak sesempurna seperti drama-drama korea. Suatu hari, seseorang akan datang ke kehidupan kamu dan melengkapi itu. Tunggu aja.” ucap Juni menepuk pundakku simpati.
“Makasih Jun, tapi kayaknya, aku udah nemu orang itu”
“Aby?”
SENAMPAK ITUKAH?
“Hehe, tenang aja Lian, aku bakal jaga rahasia kamu. Lagian ya, cinta itu pasti akan di tunjukkan suatu saat. Mungkin saat ini kamu nyembunyiin cinta itu dengan seluruh jiwa kamu, tapi suatu saat cinta itu akan terkuak, tak selamanya cinta itu tersembunyi” ucapnya bijak. Terima kasih Juni. “Omo, aku ngomong kayak cewek-cewek penengah di drama korea deh. Haha” lanjutnya. Apapun itu, terima kasih Juni.
“Di kelas ini ada yang namanya Liana Safira gak?” kata seseorang sambil memukul pintu kelasku, aku sedikit terpanjat.
Semua mata tertuju padaku. Takut-takut, aku melihat kearah pintu dan disana ada sekitar 5 orang kakak kelas nan cantik tengah berdiri dengan gaya angkuhnya. Kalau tidak salah, itu adalah kakak-kakak kelas yang pernah aku lihat saat awal masuk SMA dulu. Mau apa mereka kemari?
“Kamu? Kesini sebentar” ucap kakak kelas itu lagi. “Kamu tau aku kan?” lanjutnya.
Kakak kelas ini,,, dia ini,,, mantan pacarnya Abay kan? MANTANNYA ABAY?!!! BUAT APA DIA KESINI?!
“Aku, Rina. Mantan pacarnya Abay. Kamu tahu kan?” jelas mantan Pacarnya Abay itu. “Aku kesini buat ngasih tau kamu sesuatu. Beberapa hari yang lalu, Abay ngirim pesan lewat twitter ke kamu kan?”
Aku mengangguk kaku, badanku terasa bergetar, mulutku rasanya tak dapat mengatakan apapun, jantungku berdegub sangat kencang bahkan sampai terasa sakit, suhu badanku tiba-tiba terasa dingin. Apa mungkin mantan pacarnya Aby ini...
“Twitternya dia masih aktif di Handphone aku, jadi aku bisa tau semua percakapan dia termasuk sama kamu. Dan aku ingetin ke kamu untuk mengabaikan pesan-pesan atau permintaannya si Abay sama kamu. Kenapa? Karena Abay itu milik aku dan tak seorang pun dapat mengambilnya”
Kakak-kakak kelas dibelakang kak Rina menatapku tajam beberapa dari mereka malah terlihat mencemoohku dengan bahasa tubuh mereka. Seburuk itulah tindakanku di mata mereka? Memangnya ada yang salah dengan menjawab pesan dari Abay? Bukannya kak Rina sama Abay udah putusan ya? Apa mungkin kak Rina gak rela kalau dia putusan sama Abay.
“Inget itu” ancamnya sambil berlalu diikuti oleh teman-temannya.
Badanku terasa lemas, lututku rasanya meleleh hingga tak mampu menahan bobot tubuhku, ada apa denganku? harusnya aku melawan kak Rina, bukannya berdiri seperti patung dengan wajah yang memucat seperti tadi. Betapa memalukannya aku! Bodoh!
Sekian menit berlalu, jam istirahat hanya tersisa 5 menit lagi dan aku belum memakan apapun. Kejadian hari ini, tidak, bukan hanya hari ini, tapi minggu-minggu ini benar-benar membuatku gila. Rasanya lebih baik aku sakit dari pada harus merasakan hari-hari nan menyesakkan di sekolah. Aku mulai benci sekolah!
“Tadi kenapa?” ucap Adit, Putra dan Aby yang tahu-tahu muncul entah dari mana. Aku menatap mereka tanpa ekspresi dan tampaknya mereka mengerti. “Oh, tau. Itu si Rina yang gak bisa terima kalau dia udah di putusin sama Abay kan. Hah, bagus sih Abay mutusin cewek bego kayak dia. Udah beraninya sama adek kelas, ngajakin temen lagi, cemen banget” lanjut Adit dengan santainya.
“Emangnya tadi kamu liat? Bukannya kamu ke kelasnya kak Rindi ya?”
“Liat lah, aku kan tadi lagi duduk di teras sama mereka. Harusnya tadi kamu minta tolong sama aku” katanya.
Aku tersenyum pahit. Aku siapa sampai harus minta tolong sama kamu, Dit?
“Gak usah takut sama cewek kayak gitu, dia tu Cuma banyak gaya doang. Aslinya penakut. Haha” ucap Putra ikut-ikutan.
Oke jadi ceritanya begini: Adit, Putra dan Abay itu sahabatan waktu SMP, jadi mereka tahu betul dengan kehidupan pribadi dari masing-masing mereka. Dan sekarang, walaupun diantara mereka Cuma Abay yang beda sendiri sekolahnya, mereka masih terus berhubungan dengan baik. Sama seperti aku, Via dan Heru.
Kembali ke masa sekarang. Aby yang tak mengerti apa-apa pergi meninggalkan kami sedangkan Adit dan Putra masih sibuk dengan obrolan mereka di depan bangkuku. Aku hanya terkulai lemas, memejamkan mataku dan berharap saat aku membuka aku akan melupakan semua tentang hari ini. Karena hari ini, semuanya membuat hatiku sakit.
Adakah yang lebih buruk dari hari ini?