Selasa, 30 Desember 2014

Bukan Cerpen tapi Diary

Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^



#1
Awal Masuk SMA

Selamat Pagi! I’m Ready!!
Aku berbicara pada diriku sendiri di depan kaca dengan kata-kata yang semuanya berupa motivasi untuk hari pertama Masa Putih Abu-abu.
Ingat, jangan mempermalukan dirimu sendiri.
Belajar yang giat agar bisa masuk ke Universitas favorite. Jiayou!
Jika ingin menangis, menangislah sendiri! Jangan tunjukkan kelemahanmu pada orang lain, jangan percaya pada siapapun karena itu adalah salah satu cara untuk bertahan.
Teruslah bermimpi, bahkan jika mimpimu terasa tidak mungkin. Cobalah untuk mewujudkannya dengan cara apapun.
Fokus! Dan tak lupa untuk menjadikkannya sebagai penyemangat bukan malah memudarkan semangat.
               Setelah selesai memberikan sedikit motivasi – padahal sudah banyak sekali – aku buru-buru mengambil tasku dan pergi keluar kamar untuk sarapan. Setelahnya, aku pergi ke sekolah diantar oleh Papaku.
10 menit berlalu, aku sudah sampai disekolah. 
“Liana pergi dulu ya, bye Pa!” kataku ceria disambut agukkan dari Papaku. Aku menatap gerbang sekolah baruku, disana tertera tulisan ‘SMA Harapan’
“Liana!!!” panggil seseorang yang suaranya terdengar sangat khas, aku menoleh ke sumber suara dan berlari kesana.
 “Yang lain mana?” tanyaku pada mereka. Mereka adalah teman-teman SMP-ku tercinta, 1 diantara mereka adalah sahabatku, Via. Sebenarnya ada satu lagi tapi ia lebih memilih untuk berada di SMA yang berbeda dengan kami dengan alasan dia tidak mau di ganggu oleh kakaknya, alasan yang terlalu sederhana bukan? Padahal dia adalah murid yang berprestasi disekolahku dulu, tapi itu adalah jalan yang telah dia pilih. Ngomong-ngomong nama anak itu adalah Heru.
               “Yang lain udah masuk ke sekolah, kita disini nungguin kamu tau. Dari SMP kebiasaan datang telat gak berubah-ubah, dasar Lian” kata Aini membuatku tertawa garing. Tak beberapa lama setelah itu, 4 orang perempuan berjalan melewati kami dan murid-murid baru lainnya dengan penuh percaya diri.
“Mereka pasti kakak kelas” gumam Via dan mendapat agukan dari kami.
Pak Satpam yang sedari tadi menunggu di posnya berteriak sambil marah-marah karena melihat kami yang sedari tadi hanya berdiri di luar sekolah, kami pun berlari dengan semangatnya serta tak lupa untuk tertawa bersama. Satpam itu adalah orang pertama yang memarahi kami di awal masa putih abu-abu ini (tentunya ini tak termasuk dengan masa orientasi, lho)
Semua siswa berkumpul di tengah lapangan dengan rapinya termasuk kami. Seorang laki-laki yang umurnya mungkin sudah menginjak setengah abad berdiri di podium dan mulai berbicara, dia adalah kepala sekolah SMA Harapan, Pak Nasar. Setelah pak Nasar selesai berbicara, seorang guru lain datang dengan wajah sangar. Para siswa yang tadinya berbicara dengan temannya seketika diam, aku dan teman-temanku pun merasakan hal aneh yang terjadi dan langsung terdiam tak berkutik.
Bu Risma – guru yang berwajah sangar tadi – berdiri di podium dan mulai menjelaskan tentang pembagian kelas, setelah beberpa menit berlalu ibu Risma membiarkan kami mencari kelas sendiri.
Saatnya mencari kelas! Aku yang telah terpisah dari teman-temanku harus berusaha sendiri mencari kelasku.
Kelas pertama, X.A; adalah kelas pertama untuk kelas sepuluh yang ada di SMA Harapan. Setelah berdesakan dengan 250 siswa demi mencari namaku di daftar nama kelas X.A, sayangnya usahaku hanya berujung sia-sia.
Lanjut ke kelas kedua, X.B; merupakan kelas kedua. Untuk kelas yang satu ini hanya ada sekitar 150 siswa yang masih penasaran dengan ada-atau-tidak-adakah- nama mereka di kelas X.B dan aku adalah salah satunya. Awalnya aku berniat untuk melewati kelas ini dan mencari di kelas lain karena masih banyak siswa dengan rasa penasaran tinggi disana tapi hal-hal seperti itulah yang membuatku lebih penasaran terhadap kelas ini.
Aku mulai memanjangkan leherku, mencari celah untuk masuk kekerumunan yang jika dimasuki pasti akan menyesakkan dada itu. Dan setelah masuk ke kerumunan itu, akhirnya aku berada tepat di depan pintu kelas X.B. Dengan wajah penuh harap, aku mulai mencari namaku.
“Nomor 16. Liana” gumamku.
Aku mundur teratur dan memilih mencari di kelas lain. “Itu bukan namaku, namaku Liana Safira” aku kembali bergumam lalu bertemu dengan salah satu alumni SMP-ku dengan jenis kelamin laki-laki, haha.
“Kok gak masuk kelas X.B?” tanyanya.
“Lho, emang disana ada nama aku yah? Rasanya gak ada deh” jawabku seadanya karena memang yang dikelas itu tadi bukan namaku!
“Di sini cuma ada satu yang namanya Liana dan itu kamu, hadeh” jawabnya santai lalu memilih untuk masuk ke kelas X.C
Sepertinya kata-kata dia ada benarnya juga, mungkin saja cuma ada satu orang yang bernama ‘Liana’ di SMA ini dan itu aku. Jadi, aku mulai meyakinkan diriku kalau absen nomor 16 tadi adalah namaku, lagipula aku terlalu lelah untuk mencari keberadaan namaku yang belum tentu ada di kelas lain, sendirian lagi, tau kan gimana rasanya?
Akhirnya setelah lama berfikir, aku melangkahkan kakiku ke ruangan kelas X.B dan mengedarkan pandanganku. Namun,, namun.. Aku kembali keluar kelas dan melihat daftar nama anggota kelas X.B. “Absen nomor 1, Aditiya Triasyah”
Aku menatap nama itu lama sampai-sampai ada seseorang yang mendorongku karena ingin melihat daftar nama dikelas X.B. Aku kembali melangkahkan kakiku kekelas itu dan terdiam untuk beberapa saat sambil melihat ke sudut kelas dimana ada sekitar 6 anak laki-laki tengah mengobrol dengan serunya disana.
Anak itu, anak itu... Setelah lebih dari 2 tahun aku menunggu untuk berada di kelas yang sama dengannya, akhirnya... Akhirnya!!!
Aku melihat-lihat kelas ini, kelasnya lumayan bagus, papan tulisnya cukup bersih, meja dan kursinya bisa dibilang bagus walau banyak bekas coretan-coretan siswa yang menumpahkan kekreativitasnya di atas meja dan kursi itu dan salah satu anak lelaki di sudut sana yang terlalu rupawan berada di kelas ini. Ehh,,, dia tidak seharusnya masuk hitungan pendapat untuk kelas ini!
Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai keinginanku ini bisa menjadi kenyataan, mimpi apa? MIMPI APA?!! Hahaha, aku membuat otakku berkerja terlalu keras karena pertanyaan bodoh ini, kejamnya diriku ini haha.
Setelah bertemu dengan wali kelas-ku tadi. Aku yang sedari tadi tersenyum untuk memberikan kesan baik di hari pertama langsung menempelkan kepalaku di meja, tak tahan untuk selalu tersenyum demi kesan baik itu.
Bosan? Iya bosan...          
Kenapa?
 Ya bagiamana gak bosan kalau orang yang duduk satu bangku denganku sangat pendiam, orang yang duduk didepan hanya diam padahal mereka berasal dari satu SMP yang sama, orang di belakang memang tidak ribut, tapi mereka terlalu heboh dan yang  lebih parah lagi orang disampingku hanya melakukan hal yang sama denganku.
Bosan? Sangat bosan!
Tau begini aku lebih bahagia jika aku sekelas dan satu bangku lagi dengan Via. Eh.
Iya Via..... HAH? VIA!
Via ada dimana!
Aku buru-buru pergi keluar kelas untuk mencari semua teman-teman SMP-ku terutama Via. Namun langkahku terhenti saat berhadapan langsung dengan Adit dan satu lagi anak yang kalau tidak salah namanya Aby... Setelah beberapa menit tersadar aku segera berlari keluar kelas mencari tujuan awalku yang telah hilang karena pertemuan bahagia tadi.
Dengan terburu-buru, aku segera pergi mengelilingi setiap kelas, yang di Start dari X.B –kelasku- hingga X.G, sebenarnya masih ada kelas lain setelahnya, tapi berhubung temanku Via ada di X.G, aku harus berhenti disana.
“VIA!!” Teriakku saat mendapati sosok Via ada di bangku paling depan di depan meja guru. Aku tau seluruh siswa dikelas itu tengah memandangku dengan tatapan super aneh, dan mungkin bukan hanya tatapan mereka yang aneh kepadaku tapi juga pikiran mereka.
Bagaimana mungkin ada anak dari kelas lain yang tiba-tiba masuk ke kelas orang sambil teriak-teriak heboh padahal mereka hanya siswa baru yang harusnya masih malu-malu untuk masuk kelas orang, aku yakin itu yang ada difikiran mereka. Pasti!
 “Kenapa?” tanya Via cuek tampak tak peduli dengan kebahagiaanku.
 Aku buru-buru menariknya pergi ke tempat sepi, seperti WC misalnya.
“Lo tau nggak?” bisikku pada Via.
“Ya nggak lah, lo aja belum ngasih tau” katanya cuek. Itu hanya basa-basi Via!
 “Ahh, gue tau.. Lo satu kelas sama cowok kece kan? Kayak Adit misalnya...” katanya. Aku mengangguk dengan penuh semangat. Mata Via melebar, mulutnya pun terbuka. “Jadi lo satu kelas sama Adit gitu? Bener gitu?!” Ia berteViak sampai-sampai aku harus menutup mulutnya.
“Oke, jadi lo akhirnya berada di kelas yang sama dengan Adit. Huahh!!! Kapan ya gue bisa satu kelas dengan orang yang gue suka kayak lo” ungkap Via setelah agak tenang.
“Bukannya orang yang lo suka gak sekolah disini ya?”
“Ya gitu deh” jawabnya, sambil cemberut. Dia pasti sedih karena harus berpisah dengan orang disukainya saat SMP dulu, tapi mau bagaimana lagi, orang yang Via suka lebih memilih untuk melanjutkan ke SMA yang lain, ini adalah takdir.
“Sori Vi” ucapku, menyesal karena tak dapat membantunya.
“Tenang, gue udah Mupon kok”. Via tersenyum penuh arti. “Nah sekarang, lo harus semangat dan jadiin si Adit sebagai penyemangat lo bukan malah menganggu sekolah lo, ngerti?”
Aku mengangguk mengerti lalu memeluknya erat. Thanks Via, you’re my best friend forever.
Kembali kekelas, aku sudah mencatat semua jadwal pelajaran, jadwal piket dan jadwal-jadwal lainnnya yang tidak penting. Aku menatap teman sebangkuku yang sedang menulis sesuatu.
“Kamu K-Popers?” tanyaku agak terkejut dan ia mengangguk pelan. “Huah,, aku K-Popers juga, lho. Fandom kamu apa?”
Dia terlihat ragu, oh astaga aku hampir lupa. Nama teman sebangkuku ini adalah Juni. “Aku EXO-L, SONE dan lain-lain. Kamu?”
“Aku? Aku SONE, khususnya Fanytastic, haha. Kita sama, lho.” Kataku membuatnya tersenyum. Akhirnya aku menemukan seorang K-Popers di kelas ini, setidaknya aku bukanlah satu-satunya anak aneh – julukan yang biasanya didapatkan oleh anak K-Popers jika dia hanya sendirian disuatu tempat, contohnya saja kelas ini – di sini! Huahaha..
“Wah, rupanya aku nggak sendirian. Haha” ucapnya lalu tertawa. You know? Ini adalah percakapan pertama kami.
~*~
Jam menunjukkan pukul 10:00, bel istirahat berbunyi.
Sudah 3 jam aku berada di sekolah Harapan ini dan tentunya kelas ini. Tak ada perubahan berarti; teman sebangkuku pergi setelah percakapan kami tadi, Adit dan teman-temannya pergi keluar entah kemana, anak-anak di sekitar ku masih tetap ribut akan urusan mereka yang tak aku mengerti – dan aku tak akan mencari tahu tentang apa itu – serta aku yang hanya duduk di bangkuku tanpa melakukan apapun kecuali bernafas, mengedipkan mata – oke terlalu dramatis, tapi ini serius!
“Hallo!” sapa seseorang, yang aku tak tahu ditunjukkan kepada siapa. Aku menatapnya sebentar lalu tersadar, dia Aby si ketua kelas, “Nama kamu siapa?” lanjutnya.
Aku menatapnya penuh arti. Buat apa dia tanya-tanya nama aku? Apa dia suka aku? “Hahaha,,, aku?”
“Iya” jawabnya manis namun tampak tak sabaran, ini aneh.
“Oh, oke. Namaku Liana Safira, panggil aja Lian. Kamu?” Kataku manis sembari mengulurkan tangan kearahnya. Ia menyambut uluran tanganku dan tersenyum, lalu tertawa garing.      
 “Masa sih gak tau sama gue?” jawabnya santai, bahkan kelewat santai!
Aku menatapnya tajam, jawaban yang terlalu akrab untuk orang yang  baru mengajak berkenalan, aneh. Anak itu – yang aku sudah tau namanya tanpa perlu berkenalan – pergi dengan wajah datar kembali ke rombongannya. Aku pura-pura tak peduli dengan urusan mereka tapi bagaimanapun juga aku tidak tuli, aku dapat mendengar omongan mereka.
“Namanya Liana” kata si Aby, lalu teman-temannya tertawa tanpa arti dan parahnya lagi, pangeran ku Adit malah mengikuti tingkah aneh mereka, astaga. Lalu mereka ber-CIE ria – kecuali Aby tentunya.
Please deh dit, jangan ngerusak citra keren kamu di hari pertama masuk SMA ini.
Menurut analisaku, mereka sedang bermain dan si Aby itu kalah, jadi mereka membernya hukuman dengan sok berkenalan denganku. Oke fix, jadi aku Cuma bahan mainan untuk game aneh mereka? Malangnya aku.
Aku menidurkan kepalaku di meja ala Suzy Miss A di beberapa drama yang ia bintangi, lalu bergumam tak jelas. Lalu aku seseorang duduk di sampingku. Aku buru-buru bangun dan melihat siapa dia.
“Heh, Adit? Ngapain?” tanyaku bodoh. Astaga! Hari ini Adit duduk di sebelahku dan ini adalah percakapan pertama kami setelah 3 jam berada di kelas ini! Rekor.
“Gak apa” jawabnya singkat tanpa melihat kearahku. Aku menatapnya bingung lalu sekelebat pikiran muncul. Jangan-jangan ini hukuman games lagi?. Jadi aku segra melihat ke sudut kelas tempat Adit dan teman-temannya tadi duduk, namun aku tak menemukan satu orang pun disana. Aku melihat ke arah lain, namun hasilnya nihil, tak ada teman-teman Adit disana kecuali Putra yang kebetulan tengah menyesap minumannya. Aku kembali menatap Adit.
“Kelas ini gak kompak yah” kata Adit akhirnya. Gak kompak? Bagaimana bisa ia menilai kelas ini gak kompak di hari pertama masuk, jangan-jangan Adit tengah meramal masa depan kelas ini. “Kenapa? Ya liat aja. Sekertarisnya aja sibuk sama urusannya sendiri, harusnya kan dia bisa melakukan sesuatu yang berguna, bukan cuma pergi entah kemana. Bahkan, daftar pelajaran saja bukan dia yang nyatetin di depan” lanjutnya.
Benar juga, kata-kata Adit ada benarnya. Sedari tadi sekertaris kami hanya sibuk dengan urusannya, kadang ada di kelas dan kadang menghilang di telan bumi. Lagipula, tuga cata mencatat yang harusnya telah menjadi tugas wajibnya di setahkan ke bendahara yang tak tahu apa-apa.
“Terus, siswanya pada sibuk sendiri. Liat deh, mereka punya kelompok mereka masing-masing. Harusnya kan mereka membaur, saling kenal-kenalan, ngobrol sedikit walaupun hanya basa-basi. Tapi gak ada yang melakukan hal itu, mereka sibuk sendiri. Kalo dilihat-lihat, yang kayak gini mana bisa kompak. Aku bener kan?” kata Adit lagi
Kali ini dia benar lagi. Kelas ini sudah menunjukkan ke-tidak-kompakannya pada hari pertama sekolah, hari pertama masa putih abu-abu yang harusnya sangat berkesan itu.
Aku mengangguk, “Kamu bener Dit, tapi ini kan masih hari pertama, mungkin mereka gak bisa berbaur seperti yang kamu mau. Contohnya saja aku, dari tadi aku tu cuma duduk disini dan gak mencoba berbaur dengan siapapun. Mungkin di hari-hari berikutnya, kelas kita bakal kompak” kataku sok bijak dan sok menyangkal komentar Adit tentang kelas ini tadi.
Adit hanya mengangguk lalu berdiri, “Gitu yah? Udah dulu ya, teman-teman aku udah nunggu tuh, bye”
Aku memandang kepergiannya, menatap lurus punggungnya yang terlihat sangat tegap itu. Kenapa dia langsung pergi? Apa mungkin dia marah karena aku menyanggah koemntarnya tentang kelas ini tadi?
Ah, benar, pasti dia marah. Harusnya aku cukup diam dan mendengarkan kata-katanya tadi lalu mengangguk setuju dengan setiap pendapatnya, harusnya gitu. Ah bodohnya aku harus mengeluarkan kata-kata seperti itu tadi, bodoh!
Beberapa siswa kelauar dari kelas ini. Lalu, Via datang dan mengajakku pulang. Aku buru-buru memeluknya dengan erat.
Hari pertama masuk SMA ini ditutup dengan penyesalanku.

Maaf karena banyaknya kesalahan pemilihan kata, typo dan hal-hal yang menganggu saat membaca. Kritik dan Saran sangat dibutuhkan^^
Happy Reading.

Rabu, 24 September 2014

Love Virus: Remember Me

Love Virus: Remember me

Cast:
Song Joong Ki
Bae Suzy as Park Soo He/Choi Ri Yuu
Lee Jong Suk
Genre: Romance, Melodrama, Fantasy.
              
>>>       3



Song Joong Ki yang baru pulang dari marathon langsung di sambut hangat oleh Ri San, kakak Ri Yuu. Semenjak meninggalnya Ri Yuu, Song Joong Ki meminta izin untuk tinggal bersama Ri San dan menjelaskan semuanya, baik ke padanya orang tuanya maupun Ri San. Awalnya Ri San tak setuju, namun melihat besarnya rasa bersalah Song Joong Ki, ia menerima tawaran Joong Ki. Akhirnya Song Joong Ki memiliki status sebagai adik Ri San. Setelah dewasa, mereka pindah ke kota.

“Sudah pulang?” Tanya Ri San ramah dan disambut dengan anggukan dari Joong Ki. Ri san membawa semangkuk bubuk dan telur dadar untuk sarapan Joong Ki lalu ia pergi kekamarnya. 

Song Joong Ki menghabiskan sarapannya di temani dengan arwah Ri Yuu yang tersenyum senang menatapnya.

Flashback saat di rumah sakit.

Roh Ri Yuu keluar dari tubuhnya. Ia syok melihat dirinya yang sekarang telah berada di alam yang berbeda dengan keluarga dan teman-temannya, ia pun semakin terkejut saat melihat Joong Ki datang ke Rumah sakit dengan ekspresi wajah yang tak dapat ditebak. Seorang penjadwal datang menghampiri dirinya.

“Kau, Chio Ri Yuu. Hari ini bukanlah hari dimana kau harus meninggalkan dunia. Jadi, aku akan memberimu 2 pilihan. Pertama: Hidup selama 3 hari lagi, atau yang Kedua: Hidup dalam bentuk Roh sampai semua yang kau inginkan tercapai?” 

Ri Yuu menatap tubuhnya yang terbaring lemah, juga orang-orang di sekitarnya. Jika ia kembali hidup, orang-orang itu tidak akan memiliki rasa empati terhadap dirinya karena mereka pasti akan menganggap Ri Yuu mencoba untuk bunuh diri dan menipu mereka. Namun jika ia hidup sampai keinginannya tercapai, ia dapat melihat orang-orang yang di sayanginya sampai puas. “aku memilih untuk hidup sebagai roh”

Penjadwal itu kembali bertanya “Kalau begitu, apa yang kau inginkan?” 

“Aku ingin muncul di hadapan Kakakku dan Joong Ki dalam bentuk nyata saat mereka merasa benar-benar merindukanku” ucap Ri Yuu.

Sekian menit berlalu, tubuh Ri Yuu telah ditutup dengan kain putih. Ri Yu telah memilih jalan hidupnya yang baru.

Flashback end.

Park Soo He menunggu di halte bus, lalu datanglah seorang remaja laki-laki menggunakan motor Ninja berhenti di hadapannya. Soo He tersenyum lalu naik ke motor tersebut. Anak laki-laki itu adalah Lee Jong Suk, teman sekaligus pacar Soo He. 

Dalam perjalanannya, Motor yang di kendarai oleh Jong Suk hampir menambrak mobil mewah milih seseorang. Orang itu keluar, lalu muncullah Song Joong Ki. Soo He dan Joong Ki sama-sama terkejut.

~*~

Pukul 12.00

Park Soo He dan Song Joong Ki tengah duduk di ayunan taman bermain kota.

“Ajusshi, aku merasa pernah melihatmu. Aku pernah bermimpi, seseorang dengan wajah yang sama denganku menangis sambil menunjuk-nunjuk dirimu yang tengah menangis di depan makam seseorang. Siapa wanita itu? Apa kau mengenalnya?” kata Soo he memulai pembicaraan.

Song Joong Ki menatap Soo He tak mengerti. “Apa kau pernah membunuh seseorang? Ataukah seseorang pernah meninggal karena dirimu?” Tanya Soo He sekali lagi yang sukses membuat Joong Ki terkejut. Ia memang tak pernah membunuh seseorang. Tapi untuk kasus seseorang yang pernah meninggal karenanya. Rasanya itulah yang membuat ia merasa bersalah selama 18 tahun ini.
Akhirnya Joong Ki menceritakan semuanya ke Soo He pada hari itu, cerita yang selama ini ia simpan hingga tak ada yang mengetahuinya, kecuali ia, Ri San dan Ri Yuu.

~*~

Soo He pulang ke rumahnya, tak jauh berbeda dengan kemarin, rumahnya tetap gelap dan berantakan. Tiba-tiba lampu itu hidup dengan sendirnya. Arwah Ri Yuu menampakkan dirinya di hadapan Soo He, seperti yang selama ini sering terjadi. 

“Tolong, pukul 12 siang besok biarkan aku meminjam waktumu, hanya untuk 1 jam. 1 jam saja, bisakah kau memberikannya kepadaku? Seseorang yang tadi kau temui perlu melupakan seseorang agar hiduonya kembali normal, bukan hidup seperti robot.” Pinta Ri Yuu untuk kesekian kalinya. Soo He menatap Arwah Ri Yuu lalu mengingat percakapannya denganJoong Ki tadi siang, akhirnya ia mengangguk setuju.

Ke esokan harinya.

Penjadwal yang pernah ia temui 18 tahun lalu mengikuti gerak geriknya. 20 menit berlalu, Ri Yuu yang kembali hidup dengan menggunakan waktu 1 jam milik Soo He memasuki rumah Joong Ki dan kakaknya Ri San.  Ri San yang tengah memasak menyadari kehadiran seseorang yang baru masuk ke rumahnya.

Alangkah terkejutnya ia melihat sosok adik kesayangannya yang telah meninggalkannya 18 tahun lalu tiba-tiba muncul dalam bentuk manusia yang sehat. Ia memeluk Ri Yuu kuat, lalu menangis sejadi-jadinya. Song Joong Ki yang baru pulang dari kantor menyaksikan pemandangan itu. Ekspresinya tk jauh berbeda dengan Ri San. Ia menatap Ri Yuu lama, lalu menyentuh kedua pipi Ri Yuu dengan telapak tangannya. Ri Yuu membalasnya.

“Maaf, maaf maaf. Maafkan atas sikapku padamu dahulu, saat itu aku hanya remaja nakal yang tak tau apa-apa tentang kasih sayang. Yang aku tau hanya aku ingin hidup bebas tanpa gangguan siapapun. Maaf, maaf, maaf. Maaf karena telah membuatmu harus kehilangan nyawamu dalam usia yang begitu cepat. Maafkan aku yang bodoh ini” Isak Joong Ki lalu memeluk Ri Yuu.

Ri Yuu menangis lalu mengangguk. Ia ingin berkata namun tak bisa. Sisa waktu 20 menit membuatnya harus kehilangan energinya karena perlahan lahan tubuhnya juga akan menghilang untuk selama-lamanya. 

“Tinggallah disini, jangan pergi lagi. Aku dan kakakmu benar-benar tak dapat hidup tanpamu” Pinta Joong Ki. Membuat Ri Yuu semakin menangis. Ri San yang ada di samping mereka hanya bisa menatap pilu kejadian itu. 

“A-aku tak bisa, hanya ini sisa waktuku. Maafkan aku tak bisa tinggal lebih lama. Maafkan aku karena membuat kalian hidup dalam rasa bersalah. Kumohon, hiduplah dengan normal. Jangan pikirkan aku. B-biarkan aku menghilang dengan tenang” Ucap Ri Yuu lemah.

Ri Yuu melangkahkan kakinya keluar rumah, cahaya dari luar membuat tubuhnya semakin lama semakin menghilang. Joong Ki dan Ri San menangis sedih. Begitu pula Ri Yuu. 

Dan untuk terakhir kalinya Ri Yuu membalik badannya, menahan tangis dan berusaha untuk tersenyum. Tubuhnya pun menghilang di balik terangnya sinar mentari.

Hiduplah dengan penuh senyuman, aku akan terus memperhatikan kalian dari atas sana. dan satu pintaku, tolong sayangi anak bernama Park Soo He yang dengan baik hatinya mau mengorbankan 1 jam waktunya untukku.

Untukmu Song Joong Ki, bukalah hatimu untuk orang yang baru, kau masih ounya banyak kesempatan untuk mencintai seseorang. Dan untuk kakakku tersayang, Choi Ri San. Jaga Song Joong Ki dan anggaplah Park Soo He sebagai diriku. 

~*~

Soo He terbangun dari tidurnya, lalu melihat ke jam dinding. Sudah pukul 13.00, ia buru-buru pergi mecari rumah Song Joong Ki dengan bekal kartu nama yang kemarin di berikan Song Joong Ki.

Sesampainya disana, Soo He muncul di terangnya sinar mentari. Joong Ki dan Ri San berhenti menangis. Dengan wajah kikuk, Soo He berjalan mendekati mereka sembari bertanya “ Dimana Arwah itu?” Tanyanya.

Ri san menatap Soo He sebentar, lalu memeluknya. Seakan menganggap Soo He adalah adik kandungnya walaupun ia tau kalau Soo He adalah Soo he dan Ri Yuu adalah Ri Yuu. Meskipun Soo He ada disini, Ri Yuu tetap telah pergi meninggalkan mereka. Meninggalkan mereka dengan senyum indah di wajahnya.


~TAMAT~

Terima kasih telah mengikuti.

Senin, 22 September 2014

Love Virus: Remember Me

Love Virus: Remember me

Cast:
Song Joong Ki
Bae Suzy as Park Soo He/Choi Ri Yuu
Lee Jong Suk
Genre: Romance, Melodrama, Fantasy.
              
>>>        2


Song Joong Ki berlari kencang dengan penampiran urak-urakan. Ia berhenti di sebuah kamar kecil di sudut rumah sakit. Lututnya terasa lemas,air mata terjatuh dari pipinya. Dengan langkah berat, ia masuk ke dalam kamar itu.

Disana tampak seorang dokter menutup pasien dengan kain putih, tanda pasien itu telah meninggal. Di sekitarnya tampak seorang wanita 20 tahunan menangis sejadi-jadinya, Joong Ki dengan ragu melangkah mendekati wanita itu. Dan benar saja, wanita itu adalah Ri San, kakak perempuannya Ri Yuu, Kakak yang selama ini menjaganya.

“Ah kamu, Song Joong Ki ya?” Tanya Ri San membuat Joong Ki mengangguk pelan. Ri San tersenyum. “Ri Yuu sering cerita tentang kamu loh, katanya kamu ganteng, baik, ramah dan sempurna. Rupanya Ri Yuu benar” Lanjutnya membuat Joong Ki terkesiap. Jadi gadis yang selama ini menyukainya itu selalu bercerita tentang dirinya ke Kakaknya. Joong Ki menunduk menahan tangis, ia tetap pada posisinya, tak berani melangkah mendekati Ri Yuu yang telah terbaring tak bernyawa dan seluruh tubuhnya telah ditutupi oleh kain berwarna putih.

2014

Song Joong Ki, seorang Chief di perusahaan Young Grey diiringi oleh 10 orang staf berjalan dengan penuh karisma menuju ruang Rapat. 3 jam kemudian, orang-orang keluar dari ruangan itu dengan senyum di wajahnya. Tak lama kemudian, Song Joong Ki ikut keluar dan mata semua orang mulai tertuju padanya. Tampak seperti 18 tahun yang lalu, saat semua siswa selalu terpana akan kehadirannya.

Joong Ki mengendarai mobilnya, alisnya bertaut sseakan memikirkan sesuatu, wajahnya tampak suram dan tatapannya setajam elang, ia tampak gelisah entah karena apa. Ditengah perjalannanya, ia melihat seorang siswi SMA tengah diganggu oleh beberapa orang preman. Dengan sigap, ia turun dari mobilnya berniat membantu siswa tersebut. Namun, belum sempat Joong Ki menolong, datanglah seorang siswi SMA lain datang dengan gaya ala preman. Joong Ki menatap gadis itu lekat-lekat seakan mengenali wajahnya.     
     
Gadis itu Park Soo He, gadis SMA dengan tampak urak-urakan namun memiliki wajah yang sama dengan Choi Ri Yuu, gadis yang telah meninggal 18 tahun yang lalu.
Song Joong Ki terpaku
Wajah orang yang tak akan pernah dilupakannya kembali muncul dalam bentuk yang nyata, bukan dalam halusinasi maupun mimpi, sosok itu nyata, seakan bereinkranasi kembali. 

Soo He berteriak dan mulai menghajar para preman itu. Sekian menit kemudian, preman-preman itu telah berlari ketakutan, Soo He tersenyum penuh kemangan. Ia menatap kearah Song Joong Ki yang masih terpaku. “Ada apa Ajusshi?” Tanyanya memanggil Joong Ki dengan sebutan Ajusshi.

Song Joong Ki menatap lurus ke Soo He yang hanya menatapnya dengan pandangan kikuk. Joong Ki mendekati Soo He dan menyentuh pipinya, lalu mengedarkan pandangnya. “Choi Ri Yuu” Gumam Joong Ki antara sadar dan tak sadar. Soo He yang baru mengenal nama itu dan Joong Ki buru-buru melepaskan tangan Joong Ki yang masih menyentuh pipinya.

“Apa Ajusshi sudah gila?” teriak Soo He lalu segera berderap pergi meninggalkan Joong Ki yang tampak linglung.

~*~

Park Soo He pulang kerumahnya yang tampak gelap dan bertantakan, tanpa perlu bersusah payah menghidupkan lampunya, ia langsung masuk ke kamarnya yang terang. Tak berbeda jauh dari ruang tamu, kamarnya pun tampak berantakan, baju-baju berserakan, sampah dimana-mana dan seorang laki-laki yang tengah tidur di ranjangnya.

“Dasar laki-laki menjijikkan” Umpat Soo He sembari menendang tubuh lelaki itu. Lelaki itu pun bangun. “Kau sudah pulang, saeng?” Tanyanya dan mendapat tatapan keji dari Soo He. Lelaki itu menunduk dan keluar dari kamar Soo He.

Lelaki itu adalah kakak Soo He, kakak satu ayah. Ayah Soo He sudah lama menghilang entah kemana dan ibunya meninggal, baik ibu dari pihak Soo He maupun pihak Woo Hyun, kakak Soo He. Kini mereka tinggal bersama, dirumah kecil berantakan yang mereka sewa, kemungkinan bulan depan mereka akan di depak keluar jika tidak membayar uang sewa yang telah di tunggak selama 6 bulan.
Soo He merebahkan dirinya. Ia memejamkan matanya namun, tampak wajah Ajusshi tadi tertampang di benaknya. Soo He bangun, alisnya bertaut seakan mengingat sesuatu. Sekelebat bayangan muncul di kepala Soo He, lelaki itu ada di mimpi Soo He.

Seorang wanita berambut sebahu dan memiliki wajah yang sama dengan Soo He menatap Soo He dengan pandangan lalu menunjuk kearah lelaki yang tengah menagis di depan makan seseorang, lelaki itu Joong Ki  yang tengah menangisi kepergian Ri Yuu. Soo He dengan pandangan bingung hanya menatap wanita itu. Wanita itu adalah arwah Ri Yuu.



Arwah Ri Yuu terus menerus memohon tak tau untuk apa karena suaranya tak dapat didengar oleh Soo Hee, yang terdengar hanya isak tangis Joong Ki di depan makam Ri Yuu.

Joong Ki berbaring di tempat tidurnya dengan sejuta bayangan tentang gadis yang tadi bertemu dengannya, gadis yang memiliki wajah yang sama dengan Ri Yuu. Apakah Ri Yuu bereinkranasi? 

Di Sofa dekat tempat tidur itu, terlihat seorang gadis dengan rambut sebahu menatap Joong Ki. Dia adalah Ri Yuu, atau lebih tepatnya arwah Ri Yuu yang terlihat canti dengan balutan dress berwarna pink manis dengan renda indah. Arwah Ri Yuu tersenyum menatap pangerannya, Song Joong Ki.

Love Virus: Remember Me

Love Virus: Remember me

Cast:
Song Joong Ki
Bae Suzy as Park Soo He/Choi Ri Yuu
Lee Jong Suk
Genre: Romance, Melodrama, Fantasy.
              
>>>        1
1996
Seorang gadis berseragam SMA tampak bersembunyi di balik tembok gedung sekolahnya, mengintip ke arah kerumunan anak laki-laki yang sedang duduk dengan tenangnya sambil mengobrol, tak ada satu pun dari mereka yang menyadari keberadaan gadis itu. Seorang dari mereka tiba-tiba menoleh, seakan merasakan keberadaan gadis itu. Gadis itu buru-buru berlari hingga menjatuhkan Name Tag-nya, Choi Ri Yuu. Lelaki tadi tampak telah berdiri di tempat Ri Yuu bersembunyi tadi, ia menenmukan Name-Tag lalu menyimpannya di saku celananya.

Choi Ri Yuu, duduk dibangkunya dengan senyum lebar. “Aku harap yang mengambil Name Tag-ku itu Joong Ki, aku benar-benar berharap” Batin Ri Yuu lalu ia membayangkan bagaimana tentang Joong Ki yang nanti akan datang ke bangkunya, lalu memberikan Name Tag-nya dan mengungkapkan perasaannya padanya. Sungguh romantis, tapi apa itu mungkin.?

Tak lama setelah itu, orang yang dibicarakan tiba. Song Joong Ki dan Teman-temannya memasuki kelas dengan sinarnya. Orang-orang yang ada di kelas itu mulai terpesona, tak hanya wanita, bahkan juga pria. Joong Ki bukannya tak menyadari keadaan itu, ia hanya pura-pura tak sadar dengan dampak Positif Negatif dari pesonanya. 

Joong Ki menatap ke sudut kelasnya, disana ada Ri Yuu yang sudah salah tingkah. Joong Ki tampak mengabaikannya dan memilih untuk duduk di bangkunya sendiri

~*~

Semua pelajaran telah berlangsung, namun Joong Ki tetap diam tak mengembalikan Name Tag Ri Yuu. “Apa mungkin bukan dia?” Batin Ri Yuu namun tak mendapat jawaban dari siapapun.

Waktu pulang sekolah pun tiba, semua murid mulai berbondong-bondong pulang ke rumahnya masing-masing. Ri Yuu masih duduk di bangkunya, tak melakukan apapun kecuali bernafas dan masih tetap menunggu Joong Ki yang akan memberikan Name Tag padanya.

Hari semakin Sore, namun tak ada perubahan apapun. Ri Yuu dengan perasaan kecewa memilih untuk pulang. Dalam perlajannya, ia menyimpang dari gang rumahnya dan memilih untuk pergi ke tempat lain, menghiraukan Hari yang semakin gelap dan tampak di tutupi awan-awan kumulus tebal berwarna hitam.
“Sore!, Ada Song Joong Ki?” Teriak Ri Yuu di depan rumah Joong Ki.
Selama beberapa menit tak ada jawaban dari dalam, Ri Yuu tampak kecewa lalu melihat ke arah langit yang semakin gelap ditambah dengan suara gemuruh. 

Krek.

Pintu rumah itu terbuka. Joong Ki keluar dan memasang wajah tak senang dengan kehadiran Ri Yuu, berbeda dengan Ri Yuu yang malah senang dengan kehadiran Joong Ki.
“Apa?” Tanya Joong Ki cuek.
“A-anu, Name Tag aku sama kamu kan?”
“Gak”
Butir-butir air turun dari langit, menandakah hari hujan. Ri Yuu tetap pada posisinya, tak berubah sedikitpun, tetap berada di luar pagar ruma Joong Ki dan tak menghiraukan Hujan yang semakin deras. “Kamu serius?” Tanyanya sambil menahan dingin.

Joong Ki menarik nafas lalu masuk kedalam rumahnya. Ri Yuu menunduk kecewa, rupanya yang ia bayang-bayangkan itu tak akan pernah terjadi. Joong Ki tidak akan pernah menyukainya, Joong Ki tak akan pernah punya perasaan padanya. Harusnya ia sadar sejak awal kalau Joong Ki tak akan pernah bisa menjadi miliknya. Ri Yuu hendak pulang kerumahnya, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara di belakangnya. Akankah Joong Ki membawakanku payung lalu mengajakku masuk ke dalam rumahnya? Kumohon, biarkan itu menjadi harapnku sebelum aku melupakkanya.

“Ambil ini dan pergi sekarang juga, aku tak memerlukannya. Dan tolong pergi dari hidupku, berhenti mengikutiku dan berhentilah menyukaiku. Hidupku sudah cukup berat tanpa harus mengurusi perasaanmu padaku! Tau kah kamu kalau aku selalu terganggu dengan perasaanmu, dengan bagaimana aku harus menjaga perasaanmu yang menjijikan itu? Pergi! Pergi sekarang juga!” Teriak Joong Ki sambil melemparkan Name Tag Ri Yuu. 

Air mata pun membasahi pipi Ri Yuu, “Aku menyukaimu, aku hanya menyukaimu, aku hanya ingin berada di dekatmu. Apa aku salah? Kamu gak perlu merasa terganggu dengan perasaanku, kamu cukup hidup seperti Song Joong Ki biasa yang penuh pesona...”

“Cukup! Pergi sekarang juga, jangan pernah menganggu hidupku lagi. Pergi!” Teriak Joong Ki membuat Ri Yuu terhenyak, air matanya pun tak lagi terlihat karena di terpah oleh air hujan. Ri Yuu buru-buru pergi dari rumah Joong Ki.

Jam menunjukkan pulkul 19.59. Ri Yuu dengan perasaan hancur berjalan tanpa arah. Sudah 2 jam semenjak ia meninggalkan rumah Joong Ki. 

Cahaya terang muncul dari belakang Ri Yuu diiringi oleh suara klakson mobil yang sangat memekakan telinga. Ri Yuu membalik badannya, menatap lurus kearah mobil yang sedang melaju kencang ke kehadapannya. Ri Yuu memenjamkan matanya, seakan siap menerima apapun yang akan terjadi nantinya.
.
.
Tas sekolah seseorang tergeletak ditengah jalan, dan sebuah kado kecil terlihat remuk dengan bercak darah.