Bukan
Cerpen tapi Diary
-Ini
adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira
dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^
#1
Awal Masuk SMA
Selamat
Pagi! I’m Ready!!
Aku
berbicara pada diriku sendiri di depan kaca dengan kata-kata yang semuanya
berupa motivasi untuk hari pertama Masa Putih Abu-abu.
Ingat,
jangan mempermalukan dirimu sendiri.
Belajar
yang giat agar bisa masuk ke Universitas favorite. Jiayou!
Jika
ingin menangis, menangislah sendiri! Jangan tunjukkan kelemahanmu pada orang
lain, jangan percaya pada siapapun karena itu adalah salah satu cara untuk
bertahan.
Teruslah
bermimpi, bahkan jika mimpimu terasa tidak mungkin. Cobalah untuk mewujudkannya
dengan cara apapun.
Fokus!
Dan tak lupa untuk menjadikkannya sebagai penyemangat bukan malah memudarkan
semangat.
Setelah
selesai memberikan sedikit motivasi – padahal sudah banyak sekali – aku
buru-buru mengambil tasku dan pergi keluar kamar untuk sarapan. Setelahnya, aku
pergi ke sekolah diantar oleh Papaku.
10 menit
berlalu, aku sudah sampai disekolah.
“Liana
pergi dulu ya, bye Pa!” kataku ceria disambut agukkan dari Papaku. Aku menatap
gerbang sekolah baruku, disana tertera tulisan ‘SMA Harapan’
“Liana!!!”
panggil seseorang yang suaranya terdengar sangat khas, aku menoleh ke sumber
suara dan berlari kesana.
“Yang lain mana?” tanyaku pada mereka. Mereka
adalah teman-teman SMP-ku tercinta, 1 diantara mereka adalah sahabatku, Via.
Sebenarnya ada satu lagi tapi ia lebih memilih untuk berada di SMA yang berbeda
dengan kami dengan alasan dia tidak mau di ganggu oleh kakaknya, alasan yang
terlalu sederhana bukan? Padahal dia adalah murid yang berprestasi disekolahku
dulu, tapi itu adalah jalan yang telah dia pilih. Ngomong-ngomong nama anak itu
adalah Heru.
“Yang
lain udah masuk ke sekolah, kita disini nungguin kamu tau. Dari SMP kebiasaan
datang telat gak berubah-ubah, dasar Lian” kata Aini membuatku tertawa garing.
Tak beberapa lama setelah itu, 4 orang perempuan berjalan melewati kami dan
murid-murid baru lainnya dengan penuh percaya diri.
“Mereka
pasti kakak kelas” gumam Via dan mendapat agukan dari kami.
Pak
Satpam yang sedari tadi menunggu di posnya berteriak sambil marah-marah karena
melihat kami yang sedari tadi hanya berdiri di luar sekolah, kami pun berlari
dengan semangatnya serta tak lupa untuk tertawa bersama. Satpam itu adalah
orang pertama yang memarahi kami di awal masa putih abu-abu ini (tentunya ini
tak termasuk dengan masa orientasi, lho)
Semua
siswa berkumpul di tengah lapangan dengan rapinya termasuk kami. Seorang
laki-laki yang umurnya mungkin sudah menginjak setengah abad berdiri di podium
dan mulai berbicara, dia adalah kepala sekolah SMA Harapan, Pak Nasar. Setelah
pak Nasar selesai berbicara, seorang guru lain datang dengan wajah sangar. Para
siswa yang tadinya berbicara dengan temannya seketika diam, aku dan
teman-temanku pun merasakan hal aneh yang terjadi dan langsung terdiam tak
berkutik.
Bu Risma
– guru yang berwajah sangar tadi – berdiri di podium dan mulai menjelaskan
tentang pembagian kelas, setelah beberpa menit berlalu ibu Risma membiarkan
kami mencari kelas sendiri.
Saatnya
mencari kelas! Aku yang telah terpisah dari teman-temanku harus berusaha sendiri
mencari kelasku.
Kelas
pertama, X.A; adalah kelas pertama untuk kelas sepuluh yang ada di SMA Harapan.
Setelah berdesakan dengan 250 siswa demi mencari namaku di daftar nama kelas
X.A, sayangnya usahaku hanya berujung sia-sia.
Lanjut
ke kelas kedua, X.B; merupakan kelas kedua. Untuk kelas yang satu ini hanya ada
sekitar 150 siswa yang masih penasaran dengan ada-atau-tidak-adakah- nama
mereka di kelas X.B dan aku adalah salah satunya. Awalnya aku berniat untuk
melewati kelas ini dan mencari di kelas lain karena masih banyak siswa dengan
rasa penasaran tinggi disana tapi hal-hal seperti itulah yang membuatku lebih
penasaran terhadap kelas ini.
Aku
mulai memanjangkan leherku, mencari celah untuk masuk kekerumunan yang jika
dimasuki pasti akan menyesakkan dada itu. Dan setelah masuk ke kerumunan itu, akhirnya
aku berada tepat di depan pintu kelas X.B. Dengan wajah penuh harap, aku mulai
mencari namaku.
“Nomor
16. Liana” gumamku.
Aku
mundur teratur dan memilih mencari di kelas lain. “Itu bukan namaku, namaku
Liana Safira” aku kembali bergumam lalu bertemu dengan salah satu alumni SMP-ku
dengan jenis kelamin laki-laki, haha.
“Kok gak
masuk kelas X.B?” tanyanya.
“Lho,
emang disana ada nama aku yah? Rasanya gak ada deh” jawabku seadanya karena
memang yang dikelas itu tadi bukan namaku!
“Di sini
cuma ada satu yang namanya Liana dan itu kamu, hadeh” jawabnya santai lalu
memilih untuk masuk ke kelas X.C
Sepertinya
kata-kata dia ada benarnya juga, mungkin saja cuma ada satu orang yang bernama
‘Liana’ di SMA ini dan itu aku. Jadi, aku mulai meyakinkan diriku kalau absen
nomor 16 tadi adalah namaku, lagipula aku terlalu lelah untuk mencari
keberadaan namaku yang belum tentu ada di kelas lain, sendirian lagi, tau kan
gimana rasanya?
Akhirnya
setelah lama berfikir, aku melangkahkan kakiku ke ruangan kelas X.B dan
mengedarkan pandanganku. Namun,, namun.. Aku kembali keluar kelas dan melihat
daftar nama anggota kelas X.B. “Absen nomor 1, Aditiya Triasyah”
Aku
menatap nama itu lama sampai-sampai ada seseorang yang mendorongku karena ingin
melihat daftar nama dikelas X.B. Aku kembali melangkahkan kakiku kekelas itu
dan terdiam untuk beberapa saat sambil melihat ke sudut kelas dimana ada
sekitar 6 anak laki-laki tengah mengobrol dengan serunya disana.
Anak
itu, anak itu... Setelah lebih dari 2 tahun aku menunggu untuk berada di kelas
yang sama dengannya, akhirnya... Akhirnya!!!
Aku
melihat-lihat kelas ini, kelasnya lumayan bagus, papan tulisnya cukup bersih,
meja dan kursinya bisa dibilang bagus walau banyak bekas coretan-coretan siswa
yang menumpahkan kekreativitasnya di atas meja dan kursi itu dan salah satu
anak lelaki di sudut sana yang terlalu rupawan berada di kelas ini. Ehh,,, dia
tidak seharusnya masuk hitungan pendapat untuk kelas ini!
Astaga! Mimpi
apa aku semalam sampai-sampai keinginanku ini bisa menjadi kenyataan, mimpi
apa? MIMPI APA?!! Hahaha, aku membuat otakku berkerja terlalu keras karena
pertanyaan bodoh ini, kejamnya diriku ini haha.
Setelah
bertemu dengan wali kelas-ku tadi. Aku yang sedari tadi tersenyum untuk
memberikan kesan baik di hari pertama langsung menempelkan kepalaku di meja,
tak tahan untuk selalu tersenyum demi kesan baik itu.
Bosan?
Iya bosan...
Kenapa?
Ya bagiamana gak bosan kalau orang yang duduk
satu bangku denganku sangat pendiam, orang yang duduk didepan hanya diam
padahal mereka berasal dari satu SMP yang sama, orang di belakang memang tidak
ribut, tapi mereka terlalu heboh dan yang
lebih parah lagi orang disampingku hanya melakukan hal yang sama
denganku.
Bosan?
Sangat bosan!
Tau
begini aku lebih bahagia jika aku sekelas dan satu bangku lagi dengan Via. Eh.
Iya Via.....
HAH? VIA!
Via ada
dimana!
Aku
buru-buru pergi keluar kelas untuk mencari semua teman-teman SMP-ku terutama Via.
Namun langkahku terhenti saat berhadapan langsung dengan Adit dan satu lagi
anak yang kalau tidak salah namanya Aby... Setelah beberapa menit tersadar aku
segera berlari keluar kelas mencari tujuan awalku yang telah hilang karena
pertemuan bahagia tadi.
Dengan
terburu-buru, aku segera pergi mengelilingi setiap kelas, yang di Start dari
X.B –kelasku- hingga X.G, sebenarnya masih ada kelas lain setelahnya, tapi
berhubung temanku Via ada di X.G, aku harus berhenti disana.
“VIA!!”
Teriakku saat mendapati sosok Via ada di bangku paling depan di depan meja
guru. Aku tau seluruh siswa dikelas itu tengah memandangku dengan tatapan super
aneh, dan mungkin bukan hanya tatapan mereka yang aneh kepadaku tapi juga
pikiran mereka.
Bagaimana
mungkin ada anak dari kelas lain yang tiba-tiba masuk ke kelas orang sambil teriak-teriak
heboh padahal mereka hanya siswa baru yang harusnya masih malu-malu untuk masuk
kelas orang, aku yakin itu yang ada difikiran mereka. Pasti!
“Kenapa?” tanya Via cuek tampak tak peduli
dengan kebahagiaanku.
Aku buru-buru menariknya pergi ke tempat sepi,
seperti WC misalnya.
“Lo tau
nggak?” bisikku pada Via.
“Ya
nggak lah, lo aja belum ngasih tau” katanya cuek. Itu hanya basa-basi Via!
“Ahh, gue tau.. Lo satu kelas sama cowok kece
kan? Kayak Adit misalnya...” katanya. Aku mengangguk dengan penuh semangat.
Mata Via melebar, mulutnya pun terbuka. “Jadi lo satu kelas sama Adit gitu?
Bener gitu?!” Ia berteViak sampai-sampai aku harus menutup mulutnya.
“Oke,
jadi lo akhirnya berada di kelas yang sama dengan Adit. Huahh!!! Kapan ya gue
bisa satu kelas dengan orang yang gue suka kayak lo” ungkap Via setelah agak
tenang.
“Bukannya
orang yang lo suka gak sekolah disini ya?”
“Ya gitu
deh” jawabnya, sambil cemberut. Dia pasti sedih karena harus berpisah dengan
orang disukainya saat SMP dulu, tapi mau bagaimana lagi, orang yang Via suka
lebih memilih untuk melanjutkan ke SMA yang lain, ini adalah takdir.
“Sori
Vi” ucapku, menyesal karena tak dapat membantunya.
“Tenang,
gue udah Mupon kok”. Via tersenyum penuh arti. “Nah sekarang, lo harus semangat
dan jadiin si Adit sebagai penyemangat lo bukan malah menganggu sekolah lo,
ngerti?”
Aku
mengangguk mengerti lalu memeluknya erat. Thanks Via, you’re my best
friend forever.
Kembali
kekelas, aku sudah mencatat semua jadwal pelajaran, jadwal piket dan
jadwal-jadwal lainnnya yang tidak penting. Aku menatap teman sebangkuku yang
sedang menulis sesuatu.
“Kamu
K-Popers?” tanyaku agak terkejut dan ia mengangguk pelan. “Huah,, aku K-Popers
juga, lho. Fandom kamu apa?”
Dia
terlihat ragu, oh astaga aku hampir lupa. Nama teman sebangkuku ini adalah
Juni. “Aku EXO-L, SONE dan lain-lain. Kamu?”
“Aku?
Aku SONE, khususnya Fanytastic, haha. Kita sama, lho.” Kataku membuatnya
tersenyum. Akhirnya aku menemukan seorang K-Popers di kelas ini, setidaknya aku
bukanlah satu-satunya anak aneh – julukan yang biasanya didapatkan oleh anak
K-Popers jika dia hanya sendirian disuatu tempat, contohnya saja kelas ini – di
sini! Huahaha..
“Wah,
rupanya aku nggak sendirian. Haha” ucapnya lalu tertawa. You know? Ini adalah
percakapan pertama kami.
~*~
Jam
menunjukkan pukul 10:00, bel istirahat berbunyi.
Sudah 3
jam aku berada di sekolah Harapan ini dan tentunya kelas ini. Tak ada perubahan
berarti; teman sebangkuku pergi setelah percakapan kami tadi, Adit dan
teman-temannya pergi keluar entah kemana, anak-anak di sekitar ku masih tetap
ribut akan urusan mereka yang tak aku mengerti – dan aku tak akan mencari tahu
tentang apa itu – serta aku yang hanya duduk di bangkuku tanpa melakukan apapun
kecuali bernafas, mengedipkan mata – oke terlalu dramatis, tapi ini serius!
“Hallo!”
sapa seseorang, yang aku tak tahu ditunjukkan kepada siapa. Aku menatapnya
sebentar lalu tersadar, dia Aby si ketua kelas, “Nama kamu siapa?” lanjutnya.
Aku
menatapnya penuh arti. Buat apa dia tanya-tanya nama aku? Apa dia suka aku? “Hahaha,,,
aku?”
“Iya”
jawabnya manis namun tampak tak sabaran, ini aneh.
“Oh,
oke. Namaku Liana Safira, panggil aja Lian. Kamu?” Kataku manis sembari
mengulurkan tangan kearahnya. Ia menyambut uluran tanganku dan tersenyum, lalu
tertawa garing.
“Masa sih gak tau sama gue?” jawabnya santai,
bahkan kelewat santai!
Aku
menatapnya tajam, jawaban yang terlalu akrab untuk orang yang baru mengajak berkenalan, aneh. Anak itu –
yang aku sudah tau namanya tanpa perlu berkenalan – pergi dengan wajah datar
kembali ke rombongannya. Aku pura-pura tak peduli dengan urusan mereka tapi
bagaimanapun juga aku tidak tuli, aku dapat mendengar omongan mereka.
“Namanya
Liana” kata si Aby, lalu teman-temannya tertawa tanpa arti dan parahnya lagi,
pangeran ku Adit malah mengikuti tingkah aneh mereka, astaga. Lalu mereka
ber-CIE ria – kecuali Aby tentunya.
Please
deh dit, jangan ngerusak citra keren kamu di hari pertama masuk SMA ini.
Menurut analisaku,
mereka sedang bermain dan si Aby itu kalah, jadi mereka membernya hukuman
dengan sok berkenalan denganku. Oke fix, jadi aku Cuma bahan mainan untuk game
aneh mereka? Malangnya aku.
Aku menidurkan
kepalaku di meja ala Suzy Miss A di beberapa drama yang ia bintangi, lalu
bergumam tak jelas. Lalu aku seseorang duduk di sampingku. Aku buru-buru bangun
dan melihat siapa dia.
“Heh,
Adit? Ngapain?” tanyaku bodoh. Astaga! Hari ini Adit duduk di sebelahku dan ini
adalah percakapan pertama kami setelah 3 jam berada di kelas ini! Rekor.
“Gak apa”
jawabnya singkat tanpa melihat kearahku. Aku menatapnya bingung lalu sekelebat
pikiran muncul. Jangan-jangan ini hukuman games lagi?. Jadi aku segra
melihat ke sudut kelas tempat Adit dan teman-temannya tadi duduk, namun aku tak
menemukan satu orang pun disana. Aku melihat ke arah lain, namun hasilnya
nihil, tak ada teman-teman Adit disana kecuali Putra yang kebetulan tengah
menyesap minumannya. Aku kembali menatap Adit.
“Kelas
ini gak kompak yah” kata Adit akhirnya. Gak kompak? Bagaimana bisa ia menilai
kelas ini gak kompak di hari pertama masuk, jangan-jangan Adit tengah meramal
masa depan kelas ini. “Kenapa? Ya liat aja. Sekertarisnya aja sibuk sama
urusannya sendiri, harusnya kan dia bisa melakukan sesuatu yang berguna, bukan cuma
pergi entah kemana. Bahkan, daftar pelajaran saja bukan dia yang nyatetin di
depan” lanjutnya.
Benar
juga, kata-kata Adit ada benarnya. Sedari tadi sekertaris kami hanya sibuk
dengan urusannya, kadang ada di kelas dan kadang menghilang di telan bumi. Lagipula,
tuga cata mencatat yang harusnya telah menjadi tugas wajibnya di setahkan ke
bendahara yang tak tahu apa-apa.
“Terus,
siswanya pada sibuk sendiri. Liat deh, mereka punya kelompok mereka
masing-masing. Harusnya kan mereka membaur, saling kenal-kenalan, ngobrol
sedikit walaupun hanya basa-basi. Tapi gak ada yang melakukan hal itu, mereka
sibuk sendiri. Kalo dilihat-lihat, yang kayak gini mana bisa kompak. Aku bener
kan?” kata Adit lagi
Kali ini
dia benar lagi. Kelas ini sudah menunjukkan ke-tidak-kompakannya pada hari
pertama sekolah, hari pertama masa putih abu-abu yang harusnya sangat berkesan
itu.
Aku
mengangguk, “Kamu bener Dit, tapi ini kan masih hari pertama, mungkin mereka
gak bisa berbaur seperti yang kamu mau. Contohnya saja aku, dari tadi aku tu cuma
duduk disini dan gak mencoba berbaur dengan siapapun. Mungkin di hari-hari
berikutnya, kelas kita bakal kompak” kataku sok bijak dan sok menyangkal
komentar Adit tentang kelas ini tadi.
Adit
hanya mengangguk lalu berdiri, “Gitu yah? Udah dulu ya, teman-teman aku udah
nunggu tuh, bye”
Aku
memandang kepergiannya, menatap lurus punggungnya yang terlihat sangat tegap
itu. Kenapa dia langsung pergi? Apa mungkin dia marah karena aku menyanggah koemntarnya
tentang kelas ini tadi?
Ah,
benar, pasti dia marah. Harusnya aku cukup diam dan mendengarkan kata-katanya
tadi lalu mengangguk setuju dengan setiap pendapatnya, harusnya gitu. Ah bodohnya
aku harus mengeluarkan kata-kata seperti itu tadi, bodoh!
Beberapa
siswa kelauar dari kelas ini. Lalu, Via datang dan mengajakku pulang. Aku buru-buru
memeluknya dengan erat.
Hari
pertama masuk SMA ini ditutup dengan penyesalanku.
Maaf karena banyaknya kesalahan pemilihan kata, typo dan hal-hal yang menganggu saat membaca. Kritik dan Saran sangat dibutuhkan^^
Happy Reading.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar