Selasa, 30 Desember 2014

Bukan Cerpen tapi Diary

Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^



#1
Awal Masuk SMA

Selamat Pagi! I’m Ready!!
Aku berbicara pada diriku sendiri di depan kaca dengan kata-kata yang semuanya berupa motivasi untuk hari pertama Masa Putih Abu-abu.
Ingat, jangan mempermalukan dirimu sendiri.
Belajar yang giat agar bisa masuk ke Universitas favorite. Jiayou!
Jika ingin menangis, menangislah sendiri! Jangan tunjukkan kelemahanmu pada orang lain, jangan percaya pada siapapun karena itu adalah salah satu cara untuk bertahan.
Teruslah bermimpi, bahkan jika mimpimu terasa tidak mungkin. Cobalah untuk mewujudkannya dengan cara apapun.
Fokus! Dan tak lupa untuk menjadikkannya sebagai penyemangat bukan malah memudarkan semangat.
               Setelah selesai memberikan sedikit motivasi – padahal sudah banyak sekali – aku buru-buru mengambil tasku dan pergi keluar kamar untuk sarapan. Setelahnya, aku pergi ke sekolah diantar oleh Papaku.
10 menit berlalu, aku sudah sampai disekolah. 
“Liana pergi dulu ya, bye Pa!” kataku ceria disambut agukkan dari Papaku. Aku menatap gerbang sekolah baruku, disana tertera tulisan ‘SMA Harapan’
“Liana!!!” panggil seseorang yang suaranya terdengar sangat khas, aku menoleh ke sumber suara dan berlari kesana.
 “Yang lain mana?” tanyaku pada mereka. Mereka adalah teman-teman SMP-ku tercinta, 1 diantara mereka adalah sahabatku, Via. Sebenarnya ada satu lagi tapi ia lebih memilih untuk berada di SMA yang berbeda dengan kami dengan alasan dia tidak mau di ganggu oleh kakaknya, alasan yang terlalu sederhana bukan? Padahal dia adalah murid yang berprestasi disekolahku dulu, tapi itu adalah jalan yang telah dia pilih. Ngomong-ngomong nama anak itu adalah Heru.
               “Yang lain udah masuk ke sekolah, kita disini nungguin kamu tau. Dari SMP kebiasaan datang telat gak berubah-ubah, dasar Lian” kata Aini membuatku tertawa garing. Tak beberapa lama setelah itu, 4 orang perempuan berjalan melewati kami dan murid-murid baru lainnya dengan penuh percaya diri.
“Mereka pasti kakak kelas” gumam Via dan mendapat agukan dari kami.
Pak Satpam yang sedari tadi menunggu di posnya berteriak sambil marah-marah karena melihat kami yang sedari tadi hanya berdiri di luar sekolah, kami pun berlari dengan semangatnya serta tak lupa untuk tertawa bersama. Satpam itu adalah orang pertama yang memarahi kami di awal masa putih abu-abu ini (tentunya ini tak termasuk dengan masa orientasi, lho)
Semua siswa berkumpul di tengah lapangan dengan rapinya termasuk kami. Seorang laki-laki yang umurnya mungkin sudah menginjak setengah abad berdiri di podium dan mulai berbicara, dia adalah kepala sekolah SMA Harapan, Pak Nasar. Setelah pak Nasar selesai berbicara, seorang guru lain datang dengan wajah sangar. Para siswa yang tadinya berbicara dengan temannya seketika diam, aku dan teman-temanku pun merasakan hal aneh yang terjadi dan langsung terdiam tak berkutik.
Bu Risma – guru yang berwajah sangar tadi – berdiri di podium dan mulai menjelaskan tentang pembagian kelas, setelah beberpa menit berlalu ibu Risma membiarkan kami mencari kelas sendiri.
Saatnya mencari kelas! Aku yang telah terpisah dari teman-temanku harus berusaha sendiri mencari kelasku.
Kelas pertama, X.A; adalah kelas pertama untuk kelas sepuluh yang ada di SMA Harapan. Setelah berdesakan dengan 250 siswa demi mencari namaku di daftar nama kelas X.A, sayangnya usahaku hanya berujung sia-sia.
Lanjut ke kelas kedua, X.B; merupakan kelas kedua. Untuk kelas yang satu ini hanya ada sekitar 150 siswa yang masih penasaran dengan ada-atau-tidak-adakah- nama mereka di kelas X.B dan aku adalah salah satunya. Awalnya aku berniat untuk melewati kelas ini dan mencari di kelas lain karena masih banyak siswa dengan rasa penasaran tinggi disana tapi hal-hal seperti itulah yang membuatku lebih penasaran terhadap kelas ini.
Aku mulai memanjangkan leherku, mencari celah untuk masuk kekerumunan yang jika dimasuki pasti akan menyesakkan dada itu. Dan setelah masuk ke kerumunan itu, akhirnya aku berada tepat di depan pintu kelas X.B. Dengan wajah penuh harap, aku mulai mencari namaku.
“Nomor 16. Liana” gumamku.
Aku mundur teratur dan memilih mencari di kelas lain. “Itu bukan namaku, namaku Liana Safira” aku kembali bergumam lalu bertemu dengan salah satu alumni SMP-ku dengan jenis kelamin laki-laki, haha.
“Kok gak masuk kelas X.B?” tanyanya.
“Lho, emang disana ada nama aku yah? Rasanya gak ada deh” jawabku seadanya karena memang yang dikelas itu tadi bukan namaku!
“Di sini cuma ada satu yang namanya Liana dan itu kamu, hadeh” jawabnya santai lalu memilih untuk masuk ke kelas X.C
Sepertinya kata-kata dia ada benarnya juga, mungkin saja cuma ada satu orang yang bernama ‘Liana’ di SMA ini dan itu aku. Jadi, aku mulai meyakinkan diriku kalau absen nomor 16 tadi adalah namaku, lagipula aku terlalu lelah untuk mencari keberadaan namaku yang belum tentu ada di kelas lain, sendirian lagi, tau kan gimana rasanya?
Akhirnya setelah lama berfikir, aku melangkahkan kakiku ke ruangan kelas X.B dan mengedarkan pandanganku. Namun,, namun.. Aku kembali keluar kelas dan melihat daftar nama anggota kelas X.B. “Absen nomor 1, Aditiya Triasyah”
Aku menatap nama itu lama sampai-sampai ada seseorang yang mendorongku karena ingin melihat daftar nama dikelas X.B. Aku kembali melangkahkan kakiku kekelas itu dan terdiam untuk beberapa saat sambil melihat ke sudut kelas dimana ada sekitar 6 anak laki-laki tengah mengobrol dengan serunya disana.
Anak itu, anak itu... Setelah lebih dari 2 tahun aku menunggu untuk berada di kelas yang sama dengannya, akhirnya... Akhirnya!!!
Aku melihat-lihat kelas ini, kelasnya lumayan bagus, papan tulisnya cukup bersih, meja dan kursinya bisa dibilang bagus walau banyak bekas coretan-coretan siswa yang menumpahkan kekreativitasnya di atas meja dan kursi itu dan salah satu anak lelaki di sudut sana yang terlalu rupawan berada di kelas ini. Ehh,,, dia tidak seharusnya masuk hitungan pendapat untuk kelas ini!
Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai keinginanku ini bisa menjadi kenyataan, mimpi apa? MIMPI APA?!! Hahaha, aku membuat otakku berkerja terlalu keras karena pertanyaan bodoh ini, kejamnya diriku ini haha.
Setelah bertemu dengan wali kelas-ku tadi. Aku yang sedari tadi tersenyum untuk memberikan kesan baik di hari pertama langsung menempelkan kepalaku di meja, tak tahan untuk selalu tersenyum demi kesan baik itu.
Bosan? Iya bosan...          
Kenapa?
 Ya bagiamana gak bosan kalau orang yang duduk satu bangku denganku sangat pendiam, orang yang duduk didepan hanya diam padahal mereka berasal dari satu SMP yang sama, orang di belakang memang tidak ribut, tapi mereka terlalu heboh dan yang  lebih parah lagi orang disampingku hanya melakukan hal yang sama denganku.
Bosan? Sangat bosan!
Tau begini aku lebih bahagia jika aku sekelas dan satu bangku lagi dengan Via. Eh.
Iya Via..... HAH? VIA!
Via ada dimana!
Aku buru-buru pergi keluar kelas untuk mencari semua teman-teman SMP-ku terutama Via. Namun langkahku terhenti saat berhadapan langsung dengan Adit dan satu lagi anak yang kalau tidak salah namanya Aby... Setelah beberapa menit tersadar aku segera berlari keluar kelas mencari tujuan awalku yang telah hilang karena pertemuan bahagia tadi.
Dengan terburu-buru, aku segera pergi mengelilingi setiap kelas, yang di Start dari X.B –kelasku- hingga X.G, sebenarnya masih ada kelas lain setelahnya, tapi berhubung temanku Via ada di X.G, aku harus berhenti disana.
“VIA!!” Teriakku saat mendapati sosok Via ada di bangku paling depan di depan meja guru. Aku tau seluruh siswa dikelas itu tengah memandangku dengan tatapan super aneh, dan mungkin bukan hanya tatapan mereka yang aneh kepadaku tapi juga pikiran mereka.
Bagaimana mungkin ada anak dari kelas lain yang tiba-tiba masuk ke kelas orang sambil teriak-teriak heboh padahal mereka hanya siswa baru yang harusnya masih malu-malu untuk masuk kelas orang, aku yakin itu yang ada difikiran mereka. Pasti!
 “Kenapa?” tanya Via cuek tampak tak peduli dengan kebahagiaanku.
 Aku buru-buru menariknya pergi ke tempat sepi, seperti WC misalnya.
“Lo tau nggak?” bisikku pada Via.
“Ya nggak lah, lo aja belum ngasih tau” katanya cuek. Itu hanya basa-basi Via!
 “Ahh, gue tau.. Lo satu kelas sama cowok kece kan? Kayak Adit misalnya...” katanya. Aku mengangguk dengan penuh semangat. Mata Via melebar, mulutnya pun terbuka. “Jadi lo satu kelas sama Adit gitu? Bener gitu?!” Ia berteViak sampai-sampai aku harus menutup mulutnya.
“Oke, jadi lo akhirnya berada di kelas yang sama dengan Adit. Huahh!!! Kapan ya gue bisa satu kelas dengan orang yang gue suka kayak lo” ungkap Via setelah agak tenang.
“Bukannya orang yang lo suka gak sekolah disini ya?”
“Ya gitu deh” jawabnya, sambil cemberut. Dia pasti sedih karena harus berpisah dengan orang disukainya saat SMP dulu, tapi mau bagaimana lagi, orang yang Via suka lebih memilih untuk melanjutkan ke SMA yang lain, ini adalah takdir.
“Sori Vi” ucapku, menyesal karena tak dapat membantunya.
“Tenang, gue udah Mupon kok”. Via tersenyum penuh arti. “Nah sekarang, lo harus semangat dan jadiin si Adit sebagai penyemangat lo bukan malah menganggu sekolah lo, ngerti?”
Aku mengangguk mengerti lalu memeluknya erat. Thanks Via, you’re my best friend forever.
Kembali kekelas, aku sudah mencatat semua jadwal pelajaran, jadwal piket dan jadwal-jadwal lainnnya yang tidak penting. Aku menatap teman sebangkuku yang sedang menulis sesuatu.
“Kamu K-Popers?” tanyaku agak terkejut dan ia mengangguk pelan. “Huah,, aku K-Popers juga, lho. Fandom kamu apa?”
Dia terlihat ragu, oh astaga aku hampir lupa. Nama teman sebangkuku ini adalah Juni. “Aku EXO-L, SONE dan lain-lain. Kamu?”
“Aku? Aku SONE, khususnya Fanytastic, haha. Kita sama, lho.” Kataku membuatnya tersenyum. Akhirnya aku menemukan seorang K-Popers di kelas ini, setidaknya aku bukanlah satu-satunya anak aneh – julukan yang biasanya didapatkan oleh anak K-Popers jika dia hanya sendirian disuatu tempat, contohnya saja kelas ini – di sini! Huahaha..
“Wah, rupanya aku nggak sendirian. Haha” ucapnya lalu tertawa. You know? Ini adalah percakapan pertama kami.
~*~
Jam menunjukkan pukul 10:00, bel istirahat berbunyi.
Sudah 3 jam aku berada di sekolah Harapan ini dan tentunya kelas ini. Tak ada perubahan berarti; teman sebangkuku pergi setelah percakapan kami tadi, Adit dan teman-temannya pergi keluar entah kemana, anak-anak di sekitar ku masih tetap ribut akan urusan mereka yang tak aku mengerti – dan aku tak akan mencari tahu tentang apa itu – serta aku yang hanya duduk di bangkuku tanpa melakukan apapun kecuali bernafas, mengedipkan mata – oke terlalu dramatis, tapi ini serius!
“Hallo!” sapa seseorang, yang aku tak tahu ditunjukkan kepada siapa. Aku menatapnya sebentar lalu tersadar, dia Aby si ketua kelas, “Nama kamu siapa?” lanjutnya.
Aku menatapnya penuh arti. Buat apa dia tanya-tanya nama aku? Apa dia suka aku? “Hahaha,,, aku?”
“Iya” jawabnya manis namun tampak tak sabaran, ini aneh.
“Oh, oke. Namaku Liana Safira, panggil aja Lian. Kamu?” Kataku manis sembari mengulurkan tangan kearahnya. Ia menyambut uluran tanganku dan tersenyum, lalu tertawa garing.      
 “Masa sih gak tau sama gue?” jawabnya santai, bahkan kelewat santai!
Aku menatapnya tajam, jawaban yang terlalu akrab untuk orang yang  baru mengajak berkenalan, aneh. Anak itu – yang aku sudah tau namanya tanpa perlu berkenalan – pergi dengan wajah datar kembali ke rombongannya. Aku pura-pura tak peduli dengan urusan mereka tapi bagaimanapun juga aku tidak tuli, aku dapat mendengar omongan mereka.
“Namanya Liana” kata si Aby, lalu teman-temannya tertawa tanpa arti dan parahnya lagi, pangeran ku Adit malah mengikuti tingkah aneh mereka, astaga. Lalu mereka ber-CIE ria – kecuali Aby tentunya.
Please deh dit, jangan ngerusak citra keren kamu di hari pertama masuk SMA ini.
Menurut analisaku, mereka sedang bermain dan si Aby itu kalah, jadi mereka membernya hukuman dengan sok berkenalan denganku. Oke fix, jadi aku Cuma bahan mainan untuk game aneh mereka? Malangnya aku.
Aku menidurkan kepalaku di meja ala Suzy Miss A di beberapa drama yang ia bintangi, lalu bergumam tak jelas. Lalu aku seseorang duduk di sampingku. Aku buru-buru bangun dan melihat siapa dia.
“Heh, Adit? Ngapain?” tanyaku bodoh. Astaga! Hari ini Adit duduk di sebelahku dan ini adalah percakapan pertama kami setelah 3 jam berada di kelas ini! Rekor.
“Gak apa” jawabnya singkat tanpa melihat kearahku. Aku menatapnya bingung lalu sekelebat pikiran muncul. Jangan-jangan ini hukuman games lagi?. Jadi aku segra melihat ke sudut kelas tempat Adit dan teman-temannya tadi duduk, namun aku tak menemukan satu orang pun disana. Aku melihat ke arah lain, namun hasilnya nihil, tak ada teman-teman Adit disana kecuali Putra yang kebetulan tengah menyesap minumannya. Aku kembali menatap Adit.
“Kelas ini gak kompak yah” kata Adit akhirnya. Gak kompak? Bagaimana bisa ia menilai kelas ini gak kompak di hari pertama masuk, jangan-jangan Adit tengah meramal masa depan kelas ini. “Kenapa? Ya liat aja. Sekertarisnya aja sibuk sama urusannya sendiri, harusnya kan dia bisa melakukan sesuatu yang berguna, bukan cuma pergi entah kemana. Bahkan, daftar pelajaran saja bukan dia yang nyatetin di depan” lanjutnya.
Benar juga, kata-kata Adit ada benarnya. Sedari tadi sekertaris kami hanya sibuk dengan urusannya, kadang ada di kelas dan kadang menghilang di telan bumi. Lagipula, tuga cata mencatat yang harusnya telah menjadi tugas wajibnya di setahkan ke bendahara yang tak tahu apa-apa.
“Terus, siswanya pada sibuk sendiri. Liat deh, mereka punya kelompok mereka masing-masing. Harusnya kan mereka membaur, saling kenal-kenalan, ngobrol sedikit walaupun hanya basa-basi. Tapi gak ada yang melakukan hal itu, mereka sibuk sendiri. Kalo dilihat-lihat, yang kayak gini mana bisa kompak. Aku bener kan?” kata Adit lagi
Kali ini dia benar lagi. Kelas ini sudah menunjukkan ke-tidak-kompakannya pada hari pertama sekolah, hari pertama masa putih abu-abu yang harusnya sangat berkesan itu.
Aku mengangguk, “Kamu bener Dit, tapi ini kan masih hari pertama, mungkin mereka gak bisa berbaur seperti yang kamu mau. Contohnya saja aku, dari tadi aku tu cuma duduk disini dan gak mencoba berbaur dengan siapapun. Mungkin di hari-hari berikutnya, kelas kita bakal kompak” kataku sok bijak dan sok menyangkal komentar Adit tentang kelas ini tadi.
Adit hanya mengangguk lalu berdiri, “Gitu yah? Udah dulu ya, teman-teman aku udah nunggu tuh, bye”
Aku memandang kepergiannya, menatap lurus punggungnya yang terlihat sangat tegap itu. Kenapa dia langsung pergi? Apa mungkin dia marah karena aku menyanggah koemntarnya tentang kelas ini tadi?
Ah, benar, pasti dia marah. Harusnya aku cukup diam dan mendengarkan kata-katanya tadi lalu mengangguk setuju dengan setiap pendapatnya, harusnya gitu. Ah bodohnya aku harus mengeluarkan kata-kata seperti itu tadi, bodoh!
Beberapa siswa kelauar dari kelas ini. Lalu, Via datang dan mengajakku pulang. Aku buru-buru memeluknya dengan erat.
Hari pertama masuk SMA ini ditutup dengan penyesalanku.

Maaf karena banyaknya kesalahan pemilihan kata, typo dan hal-hal yang menganggu saat membaca. Kritik dan Saran sangat dibutuhkan^^
Happy Reading.