Bukan
Cerpen tapi Diary
-Ini
adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira
dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^
#5
It’s hurt, ya!
Selamat
siang hari Minggu yang membosankan. Dan terima kasih ibu karena telah menghentikanku
keluar rumah hari ini, tak lupa terima kasih untuk kakakku tersayang yang telah
memonopoli Laptop hari ini dan oh ya satu lagi, terima masih ayahku yang baik
karena telah ikut-ikutan memonopoli TV di rumah.
Oh
astaga! Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Tidakkah kalian berfikir tentang
diriku yang sekarang dalam masa-masa super ribet hanya karena sebuah ulangan
tengah semester?! Aku pusing, aku hampir gila – oke aku akui ini terlalu
berlebihan – tapi – oh, ayolah – aku butuh hiburan. Ulangan tengah semester tak
seharusnya menghentikan semua aktivitasku, karena, toh, aku masih punya
Handphone..
Benar!
Handphone!! Kenapa tak terpikirkan dari tadi? Dasar bodoh.
Aku
mulai memainkan handphoneku. Mulai dari membuka Facebook, BBM, Instagram, Path,
dan terakhir Twitter.
Kalau
suka sama seseorang jangan setengah-setengah.
Aku
mengeTweet sesuatu di Twitterku. Iya benar sekali, itu adalah kata-kata yang
Juni ucapkan sekitar 6 hari yang lalu dan sampai sekarang kata-kata itu masih
terus terngiang di benakku. Lalu sebuah pesan – bukan mention yah – masuk. Aku
buru-buru membukanya.
@Abay_Pranata
: Lian boleh nyanya gak?
Itu dari
Abay! Dari ABAY!!! Orang yang sempat aku sukai saat SMP, orang kedua yang aku
sukai saat SMP. Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai dia mengirimiku
pesan seperti itu?
@Lianafira
: Boleh dong, nanya apa?
@Abay_Pranata
: Tau gak sama kakak kelas kamu yang namanya Rindita Amalia?
Oh,
kakak kelas itu. Kakak kelas yang cantik itu. Kakak kelas yang berpotensi
kenjadi Ikon SMA tahun ini. Tentu saja aku tahu.
@Lianadira
: Tau, kenapa? Kamu suka sama dia yah?
@Abay_Pranata
: Iya, kamu tolong kasih tau aku beberapa informasi tentang dia yah. Bisa kan?
Tentu
saja bisa, sangat bisa. Tapi, bukannya Abay baru putusan sama pacarnya sekitar
seminggu yang lalu yah? Cepat sekali dia Move On dari pacarnya itu, padahal
pacarnya itu cantik banget loh.
@Lianafira
: Okesip.
@Abay_Pranata
: Makasih.
Dan
berakhirlah percakapan kami yang teramat singkat itu.
Keesokan
harinya
Pukul
12.30, waktu istirahat makan siang.
Para
siswa keluar dari kelasnya, mencari makanan untuk mereka makan – pastilah,
memangnya untuk apa lagi. Sedangkan aku, Juni, Adit dan Putra tengah mengobrol
di kursi depan kelas kami. Aku berbisik ke Putra hendak menanyakan tentang
kakak kelas yang kemrin ditanyakan oleh Abay namun respon Putra malah membuat
orang-orang yang ada disitu tau akan niatku.
“Oh, si
Rindita, kenal dong” ucap Putra keras. Dasar.
Aku
menatap Putra dengan pandangan membunuh sedangkan ia hanya tertawa cekikikan.
Tahu-tahu, Adit bergabung dengan kami.
“Siapa?
Rindita? Kakak kelas yang cantik itu yah?” tanyanya penasaran. Aku menatapnya
ragu namun ucapan Putra lagi-lagi membuatnya berhak mendapat tatatapn tajam dan
kalau bisa aku mau menjambak rambutnya agar dia diam.
“Tau gak?
Aku suka sama dia, lho” ucap Adit sambil berbisik. Aku, Putra dan Juni
menatapnya simpati sekaligus terkejut. Ah, mungkin saja dia hanya bercanda.
“Bukannya
kamu pacaran sama Tika yah?” tanyaku mewakili yang lainnya, Adit hanya
tersenyum.
“Ya gitu
deh, perasaan seseorang selalu saja berubah. Kadang ia mencintai kadang juga ia
berhenti mencintai. Seperti itulah siklusnya” jawabnya santai bahkan kelewat
santai. Aku, Putra dan Juni hanya bisa memberikan ekspresi bodoh. Adit
benar-benar kejam. “Haha, gak usah aneh gitu kali. Ini bukan yang pertama
kalinya aku ngerasa kayak gini” lanjutnya membuat aku, Putra dan Juni
berekspresi makin parah. Adit tertawa membahana.
“Dasar
cowok” umpat Juni diam-diam namun ternyata di dengar oleh Adit. Juni pun pergi
melangkah masuk kekelas.
“Oh iya,
Lian aku mau tanya.. Kamu kan cewek yah,, kado untuk cewek tu bagusnya apa?” ia
bertanya padaku. PADAKU!
“Boneka,
Jam, Novel. Hmm, banyak deh. Emangnya buat siapa?”
“Buat
kak Rindi”
Ckit.
Sebuah
jarum menusuk jantungku. Dia tidak main-main!
Ini,
terasa masih terasa sakit meski aku sudah menunggunya sangat lama. Meski selama
ini dia sering bergonta-ganti pacar, ini tetap sakit. Kenapa? Karena dia
mengatakan itu tepat di depanku. Dan itu sakit. Ah, tidak, aku tidak sakit, aku
hanya hancur.
“Kamu
kenapa?” tanya Adit sambil melambai-lambaikan melambai-lambaikan tangannya di
hadapanku.
“Gak
apa” kataku singkat. Aku merasa sangat buruk, aku sedang hancur! Aku
masuk ke kelas, melangkahkan kakiku yang terasa berat dan menjatuhkan beberapa pecahan
serpihan perasaanku yang hancur.
Sepertinya
aku harus segera mengambil keputusan. Good bye,,, Adit.
~*~
“Psssttt”
Aku
menoleh, dan melihat sosok Aby tengah melakukan suatu penyambungan obrolan
jarak jauh, obrolan dengan kata isyarat.
“Pinjem
minyak angin”
Arti
dari kata isyaratnya. Aku buru-buru mengambil minyak angin yang ada di tasku
lalu memberikannya ke orang di sebelahku dan orang di sebelahku itu memberikan
ke orang yang ada di sebelahnya dan seperti itu lah seterusnya hingga akhirnya
sampai di tangan Aby. Ia mengucapkan terima kasih.
“Ehem”
Orang di belakangku berdehem, dia Riska.
“Kenapa?”
tanyaku, sok bodoh atau memang benar-benar bodoh.
“Ciye,
kayaknya makin akrab aja nih” ucapnya menggodaku, aku memaksakan diri untuk
tersenyum. Mungkin jika dia mengatakan hal itu kemarin aku akan tersenyum
senang, tapi dia mengatakannya hari ini. Dan apakah aku harus tersenyum dengan
semangatnya hari ini, di saat aku sedang hancur karena pernyataan Adit saat
istirahat makan siang tadi? Hmm, Oke, mungkin di beberapa ceritaku sebelumnya
sudah menunjukkan kalau aku menyukai Aby di saat aku masih menyukai Adit
tapi... ini tetap saja sakit!
Aku
merasakan tatapan panas dari belakangku, aku buru-buru kembali ke posisi semula
dan melihat Ani yang tengah menatapku tajam. Astaga! Aku hanya menunduk.
Saat ini
adalah jam pelajaran Bahasa Inggris. Salah satu pelajaran yang sangat ku benci
sejak SMP, entah karena apa. Aku menatap
jam dinding di kelas yang rasanya tak bergerak sama sekali, ada apa dengan jam
kelas ini?! Apa batrenya sudah habis?
Tring~
Bel
sekolah nan merdu berbunyi setelah beberapa menit – 3o menit bisa dibilang
beberapa menit?.
Aku
membereskan barang-barangku dan disana aku menemukan sebuah kertas yang dilipat
rapi. Astaga! Surat apa ini? Apa mungkin ini surat cinta?. Aku membuka kertas –
atau sebut saja surat cinta – itu.
“Ehem” suara
seseorang yang sangat kukenal terdengar dan rasanya ia berada di depanku. “Nih,
makasih yah” kata sosok itu seraya menyodorkan minyak angin kearahku.
Aku
mengangkat kepalaku dan menatap sosok itu, Aby. Dia terlihat sangat bersinar
dengan senyum hangatnya, suaranya terdengar lembut, dan uluran tangannya seakan
mengajakku untuk mencintainya lebih dalam. “Sama-sama”
Ia
berlalu dan aku hanya menatap punggunya yang terlihat amat tegap, rambutnya di
terpa angin melayang kesana kemari, tubuhnya yang terbalut jaket berwarna hitam
dengan garis-garis warna merah terlihat menawan. Aku memandang sosok itu hingga
ia menghilang.
Oh
astaga! Aku hampir melupakan nasib surat itu.
Aku
membuka kertas itu perlahan, dan menaruh harapan yang amat besar akan isi surat
itu. Namun,, namun... isi nya hanya sebuah tulisan tak berguna, bahkan
tulisannya saja tak terlihat karena tertutupi oleh banyaknya coretan-coretan
yang sama tak bergunanya. Dengan jengkel, aku meremuk kertas tak berguna itu
dan pergi meninggalkan kelas.
Malamnya
Dari:
Adit
Ada PR
gak?
Dari:
Aby
Besok
ada PR nggak?
2 buah
SMS masuk bersamaan ke Handphoneku dan parahnya isinya hampir sama pula, dan
yang tak kalah mengejutkannya lagi itu dari 2 orang yang aku suka! Cantik
sekali.
Dari:
Putra
Heh,
besok gak ada Pr kan?
Oke,
Thanks Putra karena telah merusak moment cantik ini.
Aku
membalas pesan mereka satu persatu, untuk Adit dan Aby jawabannya bisa dibilang
cukup formal, namun untuk Putra, jawabnnya sama sekali tak bersahabat. Salah
siapa mengganggu moment cantik yang datangnya mungkin Cuma sekali di
Handphoneku.
Dan
setelah menunggu cukup lama, tak satupun dari SMSku itu di balas oleh mereka,
oke, mungkin ini karma karena Putra, thanks lagi Putra. Astaga sudah berapa
kali aku berterima kasih dengan Putra?!
Dari:
Adit
Oke,
Thanks. Lian, kamu beli jam kamu itu dimana dan berapa harganya? Aku mau kasih
jam buat Kak Rindita.
Krek
Hatiku
yang baru saja terpasang, hancur, sangat hancur.
Dari:
Liana
Di Mall ICON lantai 2 dekat eskalator, nama
tokohnya CintaJam.
Aku
menjawab pesan itu dengan perasaan hancur, atau apalah ituyang aku tak mau
menjelaskannya. Semuanya sudah terlalu sakit, sangat sakit, sakit sekali.
Dari:
Aby
Makasih,
oh iya, tadi buku fisika kamu masih ada sama aku. Besok aku kembaliin yah.
Sekalian mau nanya, rumus cari jarak GLBB(Gerak Lurus Berubah Beraturan)apa
yah?
Pesan
dari sosok lain datang,
Dari:
Liana
S= V0
t +
a t2
Fisika lagi, akankah Fisika dapat menjadi
penghubung antara aku dan Aby?
Dari: Adit
Oh Thank ya.
Dari: Aby
Makasih ya
SMS itu
datang bersamaan lagi.
Dan
malam itu berakhir dengan datar.
~*~
2 hari
yang lalu setelah Adit memberi tahu tentang ketertarikannya dengan Rindi, ia
putus dengan Tika, pacarnya yang amat cantik itu. Dan sekarang ia tengah
berdiri di tengah-tengah kelas dengan mengangkat sebuah kotak kecil yang telah
dihias cantik di tangan kanannya, di belakangnya ada Putra, Aby dan Fitrah
tengah berdiri dengan gaya sok cool-nya – terkecuali Aby karena dia memang
keren. Oh, ayolah Lian. Kamu sedang patah hati, ingat. Lupakan tentang
betapa kerennya Aby sekarang!
“Woy,
minta doanya yah. Hari ini aku mau ngasih kado buat kak Rindi, semoga dia mau
menerima kado ini sama halnya seperti ia mau menerima hatiku ini. Amin”
teriaknya di tengah kelas tidak jelas – bukan hanya menurutku, lho – dan tidak
berguna. Tapi rupanya anak-anak kelas kami banyak juga yang tertarik dengan
permintaan aneh itu, dan dengan senang hatinya mereka berdoa. Oke, disini aku
adalah tokoh antagonis yang jelek tapi berharap sangat besar untuk seseorang
yang amat keren dan di puja-puja orang dan parahnya lagi aku malah menyukai
orang lain di saat aku masih menyukai Adit. Aku benar-benar serakah dan aku
mengakui itu!
Adit dan
ke-3 prajuritnya atau sebut saja dayangnya – haha – melangkahkan kakinya
meninggalkan kelas.
Semoga sukses,
Dit.
“Sabar
aja Lian, kadang kisah cinta itu tak sesempurna seperti drama-drama korea. Suatu
hari, seseorang akan datang ke kehidupan kamu dan melengkapi itu. Tunggu aja.” ucap
Juni menepuk pundakku simpati.
“Makasih
Jun, tapi kayaknya, aku udah nemu orang itu”
“Aby?”
SENAMPAK
ITUKAH?
“Hehe,
tenang aja Lian, aku bakal jaga rahasia kamu. Lagian ya, cinta itu pasti akan
di tunjukkan suatu saat. Mungkin saat ini kamu nyembunyiin cinta itu dengan
seluruh jiwa kamu, tapi suatu saat cinta itu akan terkuak, tak selamanya cinta
itu tersembunyi” ucapnya bijak. Terima kasih Juni. “Omo, aku ngomong kayak
cewek-cewek penengah di drama korea deh. Haha” lanjutnya. Apapun itu, terima
kasih Juni.
“Di
kelas ini ada yang namanya Liana Safira gak?” kata seseorang sambil memukul
pintu kelasku, aku sedikit terpanjat.
Semua
mata tertuju padaku. Takut-takut, aku melihat kearah pintu dan disana ada sekitar
5 orang kakak kelas nan cantik tengah berdiri dengan gaya angkuhnya. Kalau tidak
salah, itu adalah kakak-kakak kelas yang pernah aku lihat saat awal masuk SMA
dulu. Mau apa mereka kemari?
“Kamu?
Kesini sebentar” ucap kakak kelas itu lagi. “Kamu tau aku kan?” lanjutnya.
Kakak kelas
ini,,, dia ini,,, mantan pacarnya Abay kan? MANTANNYA ABAY?!!! BUAT APA DIA
KESINI?!
“Aku,
Rina. Mantan pacarnya Abay. Kamu tahu kan?” jelas mantan Pacarnya Abay itu. “Aku
kesini buat ngasih tau kamu sesuatu. Beberapa hari yang lalu, Abay ngirim pesan
lewat twitter ke kamu kan?”
Aku
mengangguk kaku, badanku terasa bergetar, mulutku rasanya tak dapat mengatakan
apapun, jantungku berdegub sangat kencang bahkan sampai terasa sakit, suhu
badanku tiba-tiba terasa dingin. Apa mungkin mantan pacarnya Aby ini...
“Twitternya
dia masih aktif di Handphone aku, jadi aku bisa tau semua percakapan dia
termasuk sama kamu. Dan aku ingetin ke kamu untuk mengabaikan pesan-pesan atau
permintaannya si Abay sama kamu. Kenapa? Karena Abay itu milik aku dan tak
seorang pun dapat mengambilnya”
Kakak-kakak
kelas dibelakang kak Rina menatapku tajam beberapa dari mereka malah terlihat
mencemoohku dengan bahasa tubuh mereka. Seburuk itulah tindakanku di mata
mereka? Memangnya ada yang salah dengan menjawab pesan dari Abay? Bukannya kak
Rina sama Abay udah putusan ya? Apa mungkin kak Rina gak rela kalau dia putusan
sama Abay.
“Inget
itu” ancamnya sambil berlalu diikuti oleh teman-temannya.
Badanku
terasa lemas, lututku rasanya meleleh hingga tak mampu menahan bobot tubuhku,
ada apa denganku? harusnya aku melawan kak Rina, bukannya berdiri seperti
patung dengan wajah yang memucat seperti tadi. Betapa memalukannya aku! Bodoh!
Sekian menit
berlalu, jam istirahat hanya tersisa 5 menit lagi dan aku belum memakan apapun.
Kejadian hari ini, tidak, bukan hanya hari ini, tapi minggu-minggu ini
benar-benar membuatku gila. Rasanya lebih baik aku sakit dari pada harus
merasakan hari-hari nan menyesakkan di sekolah. Aku mulai benci sekolah!
“Tadi
kenapa?” ucap Adit, Putra dan Aby yang tahu-tahu muncul entah dari mana. Aku menatap
mereka tanpa ekspresi dan tampaknya mereka mengerti. “Oh, tau. Itu si Rina yang
gak bisa terima kalau dia udah di putusin sama Abay kan. Hah, bagus sih Abay
mutusin cewek bego kayak dia. Udah beraninya sama adek kelas, ngajakin temen
lagi, cemen banget” lanjut Adit dengan santainya.
“Emangnya
tadi kamu liat? Bukannya kamu ke kelasnya kak Rindi ya?”
“Liat
lah, aku kan tadi lagi duduk di teras sama mereka. Harusnya tadi kamu minta
tolong sama aku” katanya.
Aku
tersenyum pahit. Aku siapa sampai harus minta tolong sama kamu, Dit?
“Gak
usah takut sama cewek kayak gitu, dia tu Cuma banyak gaya doang. Aslinya penakut.
Haha” ucap Putra ikut-ikutan.
Oke jadi
ceritanya begini: Adit, Putra dan Abay itu sahabatan waktu SMP, jadi mereka
tahu betul dengan kehidupan pribadi dari masing-masing mereka. Dan sekarang,
walaupun diantara mereka Cuma Abay yang beda sendiri sekolahnya, mereka masih
terus berhubungan dengan baik. Sama seperti aku, Via dan Heru.
Kembali
ke masa sekarang. Aby yang tak mengerti apa-apa pergi meninggalkan kami
sedangkan Adit dan Putra masih sibuk dengan obrolan mereka di depan bangkuku. Aku
hanya terkulai lemas, memejamkan mataku dan berharap saat aku membuka aku akan
melupakan semua tentang hari ini. Karena hari ini, semuanya membuat hatiku
sakit.
Adakah yang
lebih buruk dari hari ini?