Selasa, 20 Januari 2015

Bukan Cerpen tapi Diary




Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^


#5

Its hurt, ya!

Selamat siang hari Minggu yang membosankan. Dan terima kasih ibu karena telah menghentikanku keluar rumah hari ini, tak lupa terima kasih untuk kakakku tersayang yang telah memonopoli Laptop hari ini dan oh ya satu lagi, terima masih ayahku yang baik karena telah ikut-ikutan memonopoli TV di rumah.
Oh astaga! Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Tidakkah kalian berfikir tentang diriku yang sekarang dalam masa-masa super ribet hanya karena sebuah ulangan tengah semester?! Aku pusing, aku hampir gila – oke aku akui ini terlalu berlebihan – tapi – oh, ayolah – aku butuh hiburan. Ulangan tengah semester tak seharusnya menghentikan semua aktivitasku, karena, toh, aku masih punya Handphone..
Benar! Handphone!! Kenapa tak terpikirkan dari tadi? Dasar bodoh.
Aku mulai memainkan handphoneku. Mulai dari membuka Facebook, BBM, Instagram, Path, dan terakhir Twitter.
Kalau suka sama seseorang jangan setengah-setengah.
Aku mengeTweet sesuatu di Twitterku. Iya benar sekali, itu adalah kata-kata yang Juni ucapkan sekitar 6 hari yang lalu dan sampai sekarang kata-kata itu masih terus terngiang di benakku. Lalu sebuah pesan – bukan mention yah – masuk. Aku buru-buru membukanya.
@Abay_Pranata : Lian boleh nyanya gak?
Itu dari Abay! Dari ABAY!!! Orang yang sempat aku sukai saat SMP, orang kedua yang aku sukai saat SMP. Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai dia mengirimiku pesan  seperti itu?
@Lianafira : Boleh dong, nanya apa?
@Abay_Pranata : Tau gak sama kakak kelas kamu yang namanya Rindita Amalia?
Oh, kakak kelas itu. Kakak kelas yang cantik itu. Kakak kelas yang berpotensi kenjadi Ikon SMA tahun ini. Tentu saja aku tahu.
@Lianadira : Tau, kenapa? Kamu suka sama dia yah?
@Abay_Pranata : Iya, kamu tolong kasih tau aku beberapa informasi tentang dia yah. Bisa kan?
Tentu saja bisa, sangat bisa. Tapi, bukannya Abay baru putusan sama pacarnya sekitar seminggu yang lalu yah? Cepat sekali dia Move On dari pacarnya itu, padahal pacarnya itu cantik banget loh.
@Lianafira : Okesip.
@Abay_Pranata : Makasih.
Dan berakhirlah percakapan kami yang teramat singkat itu.
Keesokan harinya
Pukul 12.30, waktu istirahat makan siang.
Para siswa keluar dari kelasnya, mencari makanan untuk mereka makan – pastilah, memangnya untuk apa lagi. Sedangkan aku, Juni, Adit dan Putra tengah mengobrol di kursi depan kelas kami. Aku berbisik ke Putra hendak menanyakan tentang kakak kelas yang kemrin ditanyakan oleh Abay namun respon Putra malah membuat orang-orang yang ada disitu tau akan niatku.
“Oh, si Rindita, kenal dong” ucap Putra keras. Dasar.
Aku menatap Putra dengan pandangan membunuh sedangkan ia hanya tertawa cekikikan. Tahu-tahu, Adit bergabung dengan kami.
“Siapa? Rindita? Kakak kelas yang cantik itu yah?” tanyanya penasaran. Aku menatapnya ragu namun ucapan Putra lagi-lagi membuatnya berhak mendapat tatatapn tajam dan kalau bisa aku mau menjambak rambutnya agar dia diam.
“Tau gak? Aku suka sama dia, lho” ucap Adit sambil berbisik. Aku, Putra dan Juni menatapnya simpati sekaligus terkejut. Ah, mungkin saja dia hanya bercanda.
“Bukannya kamu pacaran sama Tika yah?” tanyaku mewakili yang lainnya, Adit hanya tersenyum.
“Ya gitu deh, perasaan seseorang selalu saja berubah. Kadang ia mencintai kadang juga ia berhenti mencintai. Seperti itulah siklusnya” jawabnya santai bahkan kelewat santai. Aku, Putra dan Juni hanya bisa memberikan ekspresi bodoh. Adit benar-benar kejam. “Haha, gak usah aneh gitu kali. Ini bukan yang pertama kalinya aku ngerasa kayak gini” lanjutnya membuat aku, Putra dan Juni berekspresi makin parah. Adit tertawa membahana.
“Dasar cowok” umpat Juni diam-diam namun ternyata di dengar oleh Adit. Juni pun pergi melangkah masuk kekelas.
“Oh iya, Lian aku mau tanya.. Kamu kan cewek yah,, kado untuk cewek tu bagusnya apa?” ia bertanya padaku. PADAKU!
“Boneka, Jam, Novel. Hmm, banyak deh. Emangnya buat siapa?”
“Buat kak Rindi”
Ckit.
Sebuah jarum menusuk jantungku. Dia tidak main-main!
Ini, terasa masih terasa sakit meski aku sudah menunggunya sangat lama. Meski selama ini dia sering bergonta-ganti pacar, ini tetap sakit. Kenapa? Karena dia mengatakan itu tepat di depanku. Dan itu sakit. Ah, tidak, aku tidak sakit, aku hanya hancur.
“Kamu kenapa?” tanya Adit sambil melambai-lambaikan melambai-lambaikan tangannya di hadapanku.
“Gak apa” kataku singkat. Aku merasa sangat buruk, aku sedang hancur! Aku masuk ke kelas, melangkahkan kakiku yang terasa berat dan menjatuhkan beberapa pecahan serpihan perasaanku yang hancur.
Sepertinya aku harus segera mengambil keputusan. Good bye,,, Adit.
~*~
“Psssttt”
Aku menoleh, dan melihat sosok Aby tengah melakukan suatu penyambungan obrolan jarak jauh, obrolan dengan kata isyarat.
“Pinjem minyak angin”
Arti dari kata isyaratnya. Aku buru-buru mengambil minyak angin yang ada di tasku lalu memberikannya ke orang di sebelahku dan orang di sebelahku itu memberikan ke orang yang ada di sebelahnya dan seperti itu lah seterusnya hingga akhirnya sampai di tangan Aby. Ia mengucapkan terima kasih.
“Ehem” Orang di belakangku berdehem, dia Riska.
“Kenapa?” tanyaku, sok bodoh atau memang benar-benar bodoh.
“Ciye, kayaknya makin akrab aja nih” ucapnya menggodaku, aku memaksakan diri untuk tersenyum. Mungkin jika dia mengatakan hal itu kemarin aku akan tersenyum senang, tapi dia mengatakannya hari ini. Dan apakah aku harus tersenyum dengan semangatnya hari ini, di saat aku sedang hancur karena pernyataan Adit saat istirahat makan siang tadi? Hmm, Oke, mungkin di beberapa ceritaku sebelumnya sudah menunjukkan kalau aku menyukai Aby di saat aku masih menyukai Adit tapi... ini tetap saja sakit!
Aku merasakan tatapan panas dari belakangku, aku buru-buru kembali ke posisi semula dan melihat Ani yang tengah menatapku tajam. Astaga! Aku hanya menunduk.
Saat ini adalah jam pelajaran Bahasa Inggris. Salah satu pelajaran yang sangat ku benci sejak SMP, entah karena apa.  Aku menatap jam dinding di kelas yang rasanya tak bergerak sama sekali, ada apa dengan jam kelas ini?! Apa batrenya sudah habis?
Tring~
Bel sekolah nan merdu berbunyi setelah beberapa menit – 3o menit bisa dibilang beberapa menit?.
Aku membereskan barang-barangku dan disana aku menemukan sebuah kertas yang dilipat rapi. Astaga! Surat apa ini? Apa mungkin ini surat cinta?. Aku membuka kertas – atau sebut saja surat cinta – itu.
“Ehem” suara seseorang yang sangat kukenal terdengar dan rasanya ia berada di depanku. “Nih, makasih yah” kata sosok itu seraya menyodorkan minyak angin kearahku.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap sosok itu, Aby. Dia terlihat sangat bersinar dengan senyum hangatnya, suaranya terdengar lembut, dan uluran tangannya seakan mengajakku untuk mencintainya lebih dalam. “Sama-sama”
Ia berlalu dan aku hanya menatap punggunya yang terlihat amat tegap, rambutnya di terpa angin melayang kesana kemari, tubuhnya yang terbalut jaket berwarna hitam dengan garis-garis warna merah terlihat menawan. Aku memandang sosok itu hingga ia menghilang.
Oh astaga! Aku hampir melupakan nasib surat itu.
Aku membuka kertas itu perlahan, dan menaruh harapan yang amat besar akan isi surat itu. Namun,, namun... isi nya hanya sebuah tulisan tak berguna, bahkan tulisannya saja tak terlihat karena tertutupi oleh banyaknya coretan-coretan yang sama tak bergunanya. Dengan jengkel, aku meremuk kertas tak berguna itu dan pergi meninggalkan kelas.
Malamnya
Dari: Adit
Ada PR gak?
Dari: Aby
Besok ada PR nggak?
2 buah SMS masuk bersamaan ke Handphoneku dan parahnya isinya hampir sama pula, dan yang tak kalah mengejutkannya lagi itu dari 2 orang yang aku suka! Cantik sekali.
Dari: Putra
Heh, besok gak ada Pr kan?
Oke, Thanks Putra karena telah merusak moment cantik ini.
Aku membalas pesan mereka satu persatu, untuk Adit dan Aby jawabannya bisa dibilang cukup formal, namun untuk Putra, jawabnnya sama sekali tak bersahabat. Salah siapa mengganggu moment cantik yang datangnya mungkin Cuma sekali di Handphoneku.
Dan setelah menunggu cukup lama, tak satupun dari SMSku itu di balas oleh mereka, oke, mungkin ini karma karena Putra, thanks lagi Putra. Astaga sudah berapa kali aku berterima kasih dengan Putra?!
Dari: Adit
Oke, Thanks. Lian, kamu beli jam kamu itu dimana dan berapa harganya? Aku mau kasih jam buat Kak Rindita.
Krek
Hatiku yang baru saja terpasang, hancur, sangat hancur.
Dari: Liana
Di  Mall ICON lantai 2 dekat eskalator, nama tokohnya CintaJam.
Aku menjawab pesan itu dengan perasaan hancur, atau apalah ituyang aku tak mau menjelaskannya. Semuanya sudah terlalu sakit, sangat sakit, sakit sekali.
Dari: Aby
Makasih, oh iya, tadi buku fisika kamu masih ada sama aku. Besok aku kembaliin yah. Sekalian mau nanya, rumus cari jarak GLBB(Gerak Lurus Berubah Beraturan)apa yah?
Pesan dari sosok lain datang,
Dari: Liana
S= V0 t +  a t2
Fisika lagi, akankah Fisika dapat menjadi penghubung antara aku dan Aby?
Dari: Adit
Oh Thank ya.
Dari: Aby
Makasih ya
SMS itu datang bersamaan lagi.
Dan malam itu berakhir dengan datar.
~*~
2 hari yang lalu setelah Adit memberi tahu tentang ketertarikannya dengan Rindi, ia putus dengan Tika, pacarnya yang amat cantik itu. Dan sekarang ia tengah berdiri di tengah-tengah kelas dengan mengangkat sebuah kotak kecil yang telah dihias cantik di tangan kanannya, di belakangnya ada Putra, Aby dan Fitrah tengah berdiri dengan gaya sok cool-nya – terkecuali Aby karena dia memang keren. Oh, ayolah Lian. Kamu sedang patah hati, ingat. Lupakan tentang betapa kerennya Aby sekarang!
“Woy, minta doanya yah. Hari ini aku mau ngasih kado buat kak Rindi, semoga dia mau menerima kado ini sama halnya seperti ia mau menerima hatiku ini. Amin” teriaknya di tengah kelas tidak jelas – bukan hanya menurutku, lho – dan tidak berguna. Tapi rupanya anak-anak kelas kami banyak juga yang tertarik dengan permintaan aneh itu, dan dengan senang hatinya mereka berdoa. Oke, disini aku adalah tokoh antagonis yang jelek tapi berharap sangat besar untuk seseorang yang amat keren dan di puja-puja orang dan parahnya lagi aku malah menyukai orang lain di saat aku masih menyukai Adit. Aku benar-benar serakah dan aku mengakui itu!
Adit dan ke-3 prajuritnya atau sebut saja dayangnya – haha – melangkahkan kakinya meninggalkan kelas.
Semoga sukses, Dit.
“Sabar aja Lian, kadang kisah cinta itu tak sesempurna seperti drama-drama korea. Suatu hari, seseorang akan datang ke kehidupan kamu dan melengkapi itu. Tunggu aja.” ucap Juni menepuk pundakku simpati.
“Makasih Jun, tapi kayaknya, aku udah nemu orang itu”
“Aby?”
SENAMPAK ITUKAH?
“Hehe, tenang aja Lian, aku bakal jaga rahasia kamu. Lagian ya, cinta itu pasti akan di tunjukkan suatu saat. Mungkin saat ini kamu nyembunyiin cinta itu dengan seluruh jiwa kamu, tapi suatu saat cinta itu akan terkuak, tak selamanya cinta itu tersembunyi” ucapnya bijak. Terima kasih Juni. “Omo, aku ngomong kayak cewek-cewek penengah di drama korea deh. Haha” lanjutnya. Apapun itu, terima kasih Juni.
“Di kelas ini ada yang namanya Liana Safira gak?” kata seseorang sambil memukul pintu kelasku, aku sedikit terpanjat.
Semua mata tertuju padaku. Takut-takut, aku melihat kearah pintu dan disana ada sekitar 5 orang kakak kelas nan cantik tengah berdiri dengan gaya angkuhnya. Kalau tidak salah, itu adalah kakak-kakak kelas yang pernah aku lihat saat awal masuk SMA dulu. Mau apa mereka kemari?
“Kamu? Kesini sebentar” ucap kakak kelas itu lagi. “Kamu tau aku kan?” lanjutnya.
Kakak kelas ini,,, dia ini,,, mantan pacarnya Abay kan? MANTANNYA ABAY?!!! BUAT APA DIA KESINI?!
“Aku, Rina. Mantan pacarnya Abay. Kamu tahu kan?” jelas mantan Pacarnya Abay itu. “Aku kesini buat ngasih tau kamu sesuatu. Beberapa hari yang lalu, Abay ngirim pesan lewat twitter ke kamu kan?”
Aku mengangguk kaku, badanku terasa bergetar, mulutku rasanya tak dapat mengatakan apapun, jantungku berdegub sangat kencang bahkan sampai terasa sakit, suhu badanku tiba-tiba terasa dingin. Apa mungkin mantan pacarnya Aby ini...
“Twitternya dia masih aktif di Handphone aku, jadi aku bisa tau semua percakapan dia termasuk sama kamu. Dan aku ingetin ke kamu untuk mengabaikan pesan-pesan atau permintaannya si Abay sama kamu. Kenapa? Karena Abay itu milik aku dan tak seorang pun dapat mengambilnya”
Kakak-kakak kelas dibelakang kak Rina menatapku tajam beberapa dari mereka malah terlihat mencemoohku dengan bahasa tubuh mereka. Seburuk itulah tindakanku di mata mereka? Memangnya ada yang salah dengan menjawab pesan dari Abay? Bukannya kak Rina sama Abay udah putusan ya? Apa mungkin kak Rina gak rela kalau dia putusan sama Abay.
“Inget itu” ancamnya sambil berlalu diikuti oleh teman-temannya.
Badanku terasa lemas, lututku rasanya meleleh hingga tak mampu menahan bobot tubuhku, ada apa denganku? harusnya aku melawan kak Rina, bukannya berdiri seperti patung dengan wajah yang memucat seperti tadi. Betapa memalukannya aku! Bodoh!
Sekian menit berlalu, jam istirahat hanya tersisa 5 menit lagi dan aku belum memakan apapun. Kejadian hari ini, tidak, bukan hanya hari ini, tapi minggu-minggu ini benar-benar membuatku gila. Rasanya lebih baik aku sakit dari pada harus merasakan hari-hari nan menyesakkan di sekolah. Aku mulai benci sekolah!
“Tadi kenapa?” ucap Adit, Putra dan Aby yang tahu-tahu muncul entah dari mana. Aku menatap mereka tanpa ekspresi dan tampaknya mereka mengerti. “Oh, tau. Itu si Rina yang gak bisa terima kalau dia udah di putusin sama Abay kan. Hah, bagus sih Abay mutusin cewek bego kayak dia. Udah beraninya sama adek kelas, ngajakin temen lagi, cemen banget” lanjut Adit dengan santainya.
“Emangnya tadi kamu liat? Bukannya kamu ke kelasnya kak Rindi ya?”
“Liat lah, aku kan tadi lagi duduk di teras sama mereka. Harusnya tadi kamu minta tolong sama aku” katanya.
Aku tersenyum pahit. Aku siapa sampai harus minta tolong sama kamu, Dit?
“Gak usah takut sama cewek kayak gitu, dia tu Cuma banyak gaya doang. Aslinya penakut. Haha” ucap Putra ikut-ikutan.
Oke jadi ceritanya begini: Adit, Putra dan Abay itu sahabatan waktu SMP, jadi mereka tahu betul dengan kehidupan pribadi dari masing-masing mereka. Dan sekarang, walaupun diantara mereka Cuma Abay yang beda sendiri sekolahnya, mereka masih terus berhubungan dengan baik. Sama seperti aku, Via dan Heru.
Kembali ke masa sekarang. Aby yang tak mengerti apa-apa pergi meninggalkan kami sedangkan Adit dan Putra masih sibuk dengan obrolan mereka di depan bangkuku. Aku hanya terkulai lemas, memejamkan mataku dan berharap saat aku membuka aku akan melupakan semua tentang hari ini. Karena hari ini, semuanya membuat hatiku sakit.
Adakah yang lebih buruk dari hari ini?

Minggu, 18 Januari 2015

Bukan Cerpen tapi Diary




Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^


 #4

Happy Aquarius
Beberapa hari setelah tragedi ‘Saingan Cinta 1’, terjadi sesuatu yang tak terduga, dan sesuatu yang tak terduga itu adalah sebuah keajaiban.
Dimulai pada hari Jum’at.
Seperti biasa aku berangkat sekolah, tapi ada yang berbeda dengan yang biasanya, kali ini aku berangkat sekolah dengan ‘normal’. Agak aneh sih, tapi yah mau bagaimana lagi, kejadian 2 hari yang lalu memaksaku untuk menjadi sosok yang lain, sosok yang aneh –menurutku, lho ya- , sosok yang – entahlah aku tak tau, aku terlalu lelah untuk berfikir.
Aku sampai di teras depan kelasku dan menatap pintu kelas yang masih tertutup rapat. Lalu beberapa pasang mata menatap kearahku, “Ada apa?”
“Mana kunci kelas? Sama kamu kan?” tanya salah satu dari mereka.
Aku mengernyitkan dahi, “Rasanya gak ada sama aku deh”
Mereka pun kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Sedangkan aku hanya berdiri di depan pintu kelas dengan tatapan kosong, berfikir sebentar, lalu berbalik bahagia. “Kalo kunci kelasnya ilang, berarti kita gak belajar dong. Yeay!!”
Aku melompat riang tepat saat Wulan datang –astaga!
“Kenapa?” tanya Adit yang entah muncul dari mana, ia pun melihat kelas yang masih terkuci dan mencoba untuk mendobraknya.
Brak, brak, brak.
Kelas tetap tak terbuka.
Tak lama setelah itu, Aby datang dengan membawa kunci dan di sambut dengan helaan nafas semua orang, kecuali aku, “Ah, gak jadi gak belajarnya”.
“Kertas latihan yang kemarin mana?” tanya Aby membuat kami melihatnya, namun ekspresi itu tak bertahan lama, siswa lainnya – selain aku – pergi meninggalkan Aby tanpa perasaan simpati sedikit pun, kejam. “ADIT!! Kertas latihan yang kemarin mana?!” teriak Aby.
Adit yang merasa terpanggil buru-buru menghampiri kami, “Kertas ap..., AHH!!” teriaknya membuat aku dan Aby mengernyit. Adit langsung berkeliling kelas mencari kertas latihan kami yang hilang. Sedangkan aku hanya menatap Aby penuh pertanyaan.
“Kertas yang latihan Bahasa Inggris itu ya By?” tanyaku, sok tau. Ia mengangguk panik. “Rasanya ada di laci meja aku deh”
“Serius?” tanya Adit dan Aby bersamaan. Mereka langsung saling pandang, sedangkan aku langsung menuju mejaku, sedikit menundukkan badan dan melihat ke laci meja. Tahu-tahu sebuah kepala muncul di depan wajahku, aku buru-buru bangkit dan melihat kepala siapa yang ada di depanku tadi. Itu Adit! Kyaa!!
Aku mundur beberapa langkah dan parahnya aku malah menginjak sepatu Aby, dia hanya berdehem.
“Ketemu!!” teriak Adit. Iya, kamu menemukan hatiku yang berdebar, eh.
Aby langsung menghela nafas bahagia.
~*~
“Oke, jadi kita mulai rapat kelas kita hari ini” Adit membuka rapat kelas hari ini, sedangkan Aby duduk dibangkunya sambil berdiskusi dengan Ani tentang uang khas dan pengeluarannua, tapi tak mungkin harus selama itu kan? Pastilah mereka membicarakan hal lain yang entah itu masalah apa – dan aku ingin tahu apa saja yang mereka bicarakan itu.
“Hallo! HALLO!!” Adit berteriak minta di perhatikan, namun tak satupun dari kami memperhatikan dia, bahkan aku pun tidak. Dia pun berderap kembali ke bangkunya dengan langkah yang dihentak-hentakkan. Aby yang melihat itu akhirnya maju ke depan kelas, meninggalkan Ani yang raut wajahnya terlihat kecewa.
“Perhatiannya teman-teman!” Aby mulai berbicara, dan para siswa memperhatikannya, haha. Aku melihat Adit yang pergi meninggalkan kelas, tak lupa dengan langkah yang sengaja di hentak-hentakkannya, aku mencoba menahan tawa.
“Jadi disini kita membahas masalah menjenguk teman kita yang lagi sakit, Gito. Sebelumnya, karena jumlah uang khas kita yang kian lama kian menipis, jadi, kita harus pupuan sebesar Rp.2000. Gimana setuju gak?” Aby berbicara seakan berpidato atau, atau seperti guru-guru yang memberikan amanat saat upacara dan itu membosankan.
Anak-anak kelas setuju. Aku mengangkat tanganku, “Yang ikut jenguk siapa aja?”
“Perangkat kelas, ketua kekeluargaan sama 3 sukarelawan. Kamu harus ikut” jawabnya, aku mengangguk, diikuti para siswa lainnya.
Rapat pun ditutup.
Saatnya menjenguk Gito!
Aku, Ani, Nindy, dan Riska duduk termenung di depan taman kota, kalau dilihat-lihat, aku teman-temanku ini tampak seperti anak hilang yang sedang menunggu kehadiran kedua orang tuanya, haha.
Sekian menit berlalu dan aku hanya melamut gak jelas.
“Ada yang salah? Apa kamu marah?” tanya Ani dan aku hanya menggeleng.
Adit, Aby, Putra, dan Fitrah datang dengan membawa sekantung buah-buahan, roti dan susu. Kami pun bersiap pergi.
Ani mendekatiku dan berbisik, “Lian, aku pengen dibonceng Aby”
Jantungku kembali berdenyut.
Bukan cuma kamu, tapi aku juga! Aku junga ingin di bonceng sama Aby, aku jauh lebih menginginkan hal itu, jauh menginginkan lebih banyak. Keinginanku untuk bisa di bonceng dengan Aby jauh lebih banyak dari pada keinginanaku untuk di bonceng Adit, jauh!
Karena kebetulan motornya cukup untuk kami semua, jadi, para wanitanya di bonceng oleh para pria, tinggal menunggu siapa yang akan menjadi patner kita kali ini.
“Nindy biar sama aku, Riska sama Fitrah, terus,,,” kata Adit membuat kami semua menoleh. Oke, tinggal aku sama Ani yang belum mendapat pasangan. Aku menatap Ani yang sedang menatap Adit penuh harap – dan harapannya sudah jelas yaitu dapat di bonceng oleh Aby.
“Ani biar sama aku, sisanya berdua” Putrah menyambung perkatan Adit – thanks Putra. Semuanya pun naik ke motor yang telah ditentukan, hanya aku dan Ani yang masih berdiri termagu.
“Ayo naik” ajak Aby padaku. Ia pun menarik tanganku untuk segera menaiki motor, akhirnya, aku menaiki motor. Sedangkat di belakang sana, aku dapat merasakan tatapan cemburu dari Ani, dan aku tak berani menoleh kebelakang. Kami pun berangkat.
Dalam hatiku, aku bahagia karena bisa di bonceng oleh Aby, orang yang aku suka. Namun sayangnya, aku tak bisa mengekspresikan perasaan bahagia itu. Kenapa? Di belakang kami, ada Putra dan Ani, Adit dan Nindy, serta Fitrah dan Riska. Jadi intinya, aku dan Aby ada di posisi terdepan.
Aby mengendarai motornya dengan santai – dan itu benar-benar membuatku nyaman!. Dan setelah aku berfikir  seperti itu, Aby mempercepat laju motornya. Aku berdehem.
“Sori, tadi ada polisidan aku lupa bawak helm, jadi karena keburu udah lewat jalan itu, aku ngebut deh. Sori” katanya. Astaga, no problem By, no problem.
“Oh iya By, kita udah ninggalin mereka jauh banget, lho. Lagian, emangnya kamu tau di mana rumah Gito?” tanyaku padanya, mencoba membuka percakapan diantara deruman motor dan angin yang menerpah tubuh kami.
“Tau dong, dulu waktu SD kami sekelas”
Ohh, rupanya dia pernah berada di kelas yang sama dengan Gito. Berarti, jernih sekali ingatannya hingga mampu mengingat rumah teman SD nya. Aku saja tak dapat mengingat rumah teman-teman SD ku. Walaupun ingat, aku hanya mengingat yang rumahnya dekat dengan rumahku saja, karena ini adalah salah satu dari dampak negatif penyakitku, lupa-ingatan-sementara.
Diam sampai beberapa menit, tak ada lagi percakapan, sunyi. Jujur saja, aku belum pernah berada pada jarak yang sedekat ini dengan Aby, selama ini hanya hanya bisa memandangnya, baik wajah maupun punggungnya – walaupun keseringan punggungnya sih. Dan lihat sekarang, aku tepat berada beberapa senti darinya. Aku bisa dengan puas menatap punggungnya itu, aku dapat melihat rambutnya yang bergerak kesana-kemari dengan bebas, dan aku dapat mencium harum parfum khasnya dalam jarak yang dekat.
Aku ingin moment seperti berjalan lama, aku ingin waktu berhenti, walau aku dan Aby hanya diam tak berbicara apapun, dengan begini saja aku sudah cukup bahagia, aku ingin mengenang moment indah ini di dalam hatiku dan di dalam fikiranku.
“Hmm, Aby” Aku memanggilnya “Tugas Ekonomi yang kemarin udah selesai?”
“Yang mana ya? Aku gak tau?”
“Oh gitu”
“Hehe, sori. Aku gak bakal tau ada PR atau nggak kalo nggak liat Buku atau nanya sama orang. Haha” jawabnya sembari tertawa, dan entah karena apa aku ikut tertawa juga.
Tak terasa kami sudah sampai di depan rumah Gito.
Astaga! Kenapa waktu berputar cepat sekali?! Aku masih belum puas! Sama sekali belum puas! Aku masih ingim berlama-lama berada di dekat Aby. Kesempatan seperti ini tidak akan datang setiap hari dan mungkin saja ini akan menjadi yang pertama dan terakhir.
“Ehem” Aby berdehem, “Lian”
“Eh”, aku buru-buru turun dari motor dan bergabung dengan para perempuan yang sudah memasuki rumah Gito, sesekali aku menoleh kebelakang, melihat sosok Aby yang tengah kerennya mengobrol dengan Putra, di sampingnya ada Adit yang hanya duduk diam di motornya tak lupa dengan wajah khasnya yang amat keren itu. Sosok makhluk keren ciptaan tuhan.
Aku dan teman-temanku duduk dengan sopannya di salah satu sofa rumah Gito. Para anak laki-laki dan Riska tengah melihat keadaan Gito yang ada di dalam kamarnya sedangkan aku, Ani dan Nindy hanya duduk di ruang tamu tak melakukan apapun.
Aku hendak menyusul ke kamar Gito namun langkahku terhenti saat ada tanda SMS masuk ke Handphoneku.
Dari: Ani
Cie yang di bonceng sama Aby
Aku terperanjat lalu segera menatap Ani – ini pertama kalinya sejak aku di bonceng oleh Aby - kami melakukan kontak mata. Aku pun berderap mendekati Ani. “Maaf Ani, tadi Putra yang nyuruh, aku juga nggak mau kok” dustaku padanya dan berusaha menunjukkan ekspresi sedih. Oke aku sangat jahat, aku bahkan membohongi diriku sendiri, aku benar-benar memalukan.
Ani tersenyum pahit, aku pun kembali melanjutkan perjalananku ke kamar Gito, dan kali ini aku berhenti lagi karena para lelaki dan Riska sudah dalam perlajanan kemabli keruang tamu. Sial.
Aku kembali duduk di sofa dan kebetulan aku duduk di dekat Aby, teman-temanku pun mulai usil.
“Cie, yang tadi boncengan kayaknya gak bisa pisah deh” ucap Putra – terima kasih lagi Putra. Yang lain pun ikut mengangguk.
“Iya nih, udah mau deket-deket mulu, jadi iri nih” Fitrah mengikuti Putra, astaga mereka benar-benar mau menggodaku ya? Tapi entah kenapa, semakin di goda seperti itu, hatiku terasa semakin senang, bukan karena godaannya tapi karena ada yang bisa mengingat moment antara aku dan Aby tadi.
“Jadi jealous nih, haha” ucap Nindy sambil tersenyum genit. Kami semua pun tertawa, kecuali Ani yang hanya tersenyum pahit.
Waktunya pulang!
“Aku mau dateng ke acara ulang tahun si Tika. Mau ikut nggak?” kata Adit. Dan ia hendak menawari kami untuk datang diacara ulang tahun pacaranya yang cantik itu. Kalau jawabku sih tidak, siapa juga yang mau datang  ke acara ulang tahun pacar orang yang kita suka kecuali dia nekat, yang ada, disana aku bakal patah hati!
“Kita berdua ikut ya” kata Putra dan Fitrah dan langsung disambut dengan agukan dari Adit, ia pun menatap Aby. Begitu pula aku,.
“Aku enggak deh. Dirumah adik aku sendirian, jadi aku harus nemenin dia. Maaf ya Dit, kasih salam aja sama si Tika” ucapnya akhirnya lalu menaiki motornya, “Ada yang mau bareng gak?”
Ani tampak tertarik – dan itu membuatku ikut-ikutan tertarik, ah aku benar-benar kejam! – namun Nindy langsung menarik tangan Ani, memintanya untuk menemaninya membeli beberapa alat khusus sekertaris dan alat kelas. Riska pun menelpon ayahnya untuk meminta jemputan sedangkan aku tak tau mau kemana, akhirnya kuputuskan untuk pulang.
“Gak mau dianter?” tanya Aby manis.
“Gak usah, terima kasih. Aku naik Bis aja”
Kami pun berpisah.
Aku pulang kerumah dan melakukan hal-hal yang sewajarnya aku lakukan, seperti misalnya; mandi, makan, belajar. Lalu setelah suntuk belajar, aku membuka handphoneku, sekedar berkunjung ke akun twitterku yang sudah hampir 24 jam tak aku buka.
Iseng-iseng, aku membuka akun ramalan.
#Aquarius : Hari ini adalah milikmu, Happy Aquarius.
Benar, hari ini adalah milikku. Happy Aquarius!
~*~
Jam menunjukkan pukul 10.45: Hari Senin-Pelajaran Bahasa Indonesia.
Aku menulis sesuatu – yang aku sendiri apa hal yang kutulis itu – di buku tulisku, sedangkan para siswa lainnya tengah disuruh membaca bergilir oleh bu Winti.
“Absen nomor 16” ucap bu Winti mengagetkanku. Absen nomor 16 itu aku! Kenapa aku di panggil?
“Kenapa bu?”
Bu Winti menatapku ganas, “Pake nanya lagi, ya terusin dong bacaan teman kamu tadi”
Aku bengong, tak tau mau melakukan apa. Juni menyenggol lenganku. “Sampe di kalimat ‘Tak hanya itu’ di paragraf ke 3” ucapnya dan akhirnya aku membaca juga.
Setelah selesai bagianku, aku kembali melamun.
Kenapa tak ada yang menganggap kejadian kemarin nyata?! Mereka hanya menganggapnya angin lalu saja kah? Padahal kejadian kemarin itu benar-benar berkesan, benar-benar nyata! Tapi, apa hanya aku yang merasakannya? Apakah Aby tak merasakan perasaan seperti ini juga? Apa ini benar-benar perasaan sepihak? Setelah semua yang terjadi, setelah semua kata-kata dan tindakan manisnya kemarin, apakah ini hanya perasaan sepihak? Oh astaga! Betapa sedihnya aku, ini semua hanya perasaan sepihak rupanya. Betapa bodohnya aku menyatakan kalau ini adalah perasaan dari kedua belah pihak.
Aku menatap wajah Aby yang ada di bangku seberang dan kebetulan, sekarang adalah gilirannya membaca, giliran si Faby nomor absen 8 itu!
Kalau dilihat dari ekspresi wajahnya yang tampak baisa itu, sepertinya, dia memang tak menganggap serius kejadian kemarin. Mungkin, mungkin saja, ia memang tidak menganggap kejadian-kejadian seperti itu cukup spesial. Mungkin saja di matanya, hal seperti itu hanya angin lalu dan mungkin saja ia bersikap manis seperti itu kesemua orang. Mungkin saja.
Tiba-tiba aby menoleh kearahku – astaga aku ketahuan sedang memandangnya dengan pandangan penuh cinta!. Aku buru-buru mengalihkan pandangku ke luar jendela dan di luar sana aku melihat seseorang yang tengah berjalan di depan teras kelasku. Orang itu terlihat tegas dan tegap, tubuhnya tinggi dan kulitnya sawo matang. Aku memandangnya cukup lama hingga tubuhnya menghilang.
“Semua siap! Beri salam!”
Aku buru-buru berdiri dan mengucapkan salam, mengikuti apa yang anggota kelasku yang lain lakukan, seperti biasanyalah. Aku kembali duduk di bangkuku, bernyanyi dalam diam hingga tak satupun orang di kelas ini dapat mendengarnya.
“Ehem” seseorang berdehem entah karena apa. Aku mengangkat wajahku, lalu buru-buru berdiri, benar, itu Aby. Itu ABY!
“A-anu,,, ke-kenapa?” tanyaku tergagap, mulut bodoh, kenapa harus tergagap disaat seperti ini? Ini menunjukkan sekali kalau aku menyukai dia.
“Pinjem catatan Fisika kamu dong” ucapnya tampak tak curuga. Syukurlah.
Aku mengeluarkan catatan Fisika milikku dan memberikannya padanya, tak sengaja jari jemari kami bersentuhan, membuatku terasa seperti di sengat listrik, listrik yang penuh dengan energi positif.
“Ciyeee!!” teriak anak-anak satu kelas.
“Beda ni yang kemarin abis boncengan di motor, ciye” ucap Putra membuat beberapa anak kelas kami yang kemarin nggak ikut penasaran dan bertanya ke Putra.
Oke, Thanks Putra karena membuat aku merasa bersemangat dengan kata ‘Ciye’ yang amat sederhana itu.
Pipi Aby bersemu merah, tak hanya dia, aku juga! Dan dengan terburu-buru ia mengambil buku itu dan pergi keluar kelas. Aku sendiri masih berdiri dalam posisi  yang sama, anak-anak kelas hanya menatapku bingung lalu mulai sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Putra mendekatiku, “Posisinya jangan kek gitu dong. Ketahuan banget kalo kamu banyak berharap sama Aby”
Aku tersadar lalu buru-buru duduk, Putra pun berlalu pergi. Juni yang ada di sebelahku – dan tak tahu apa-apa tentang kejadia kemarin – menatapku dengan tatapan bertanya, simpati atau entahlah apa itu, aku tak terlalu peduli. “Kamu sama Aby pacaran yah?”
“Enggak!” sergahku tanpa berfikir, aku dapat melihat perubahan raut wajah Juni yang sekarang berubah agak takut. “Sori, enggak. Kemarin aku sama dia Cuma boncengan pas pergi ke rumah Gito”
Juni mangut-mangut lalu kembali sibuk dengan urusannya. Aku hendak pergi keluar kelas namun suara Juni menghentikanku. “Kalau kamu suka sama dia, jangan setengah-setengah”
Aku menatapnya dan ia menatapku balik, lalu Juni tersenyum penuh arti.
Ingat itu Lian, jangan setengah-setengah.