Sabtu, 03 Januari 2015

Bukan Cerpen tapi Diary




Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^


#3

Saingan Cinta 1

               Today is Monday – oke aku aneh.
Hari ini adalah hari senin, hari dimana upacara berlangsung dan hari dimana para siswa memasuki kelas dengan wajah murung dan kalau ditanya karena apa, jawabannya sudah jelas, upacara. Padahal upacara merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap bangsa kita, Indonesia. Upacara sendiri dapat melatih kita untuk mencintai negara, asalkan kita dapat mengikutinya dengan serius penuh khitmat.
Oke, abaikan apa yang aku bicarakan tadi. Kata-kataku tadi terdengar terlalu bijak, padahal aku sendiri tidak serius saat mengikuti upacara bendera. Tapi, hey! Aku normal! Disini, siswa yang menyukai upacara di katakan tidak normal, lho.
Aku berdiri di barisan nomor 2 kelasku, kelas X.B. Aku – dan tentunya para siswa lain – mengikuti upacara bendera dengan serius – walau terlihat sekali unsur paksaannya, karena di belakang kami ada para guru killers tengah mengawasi. Dan saat dimana guru tengah memberikan amanatnya, itu lah satu-satunya kesempatan untuk berbicara.
Aku melirik kesekitar. Tepat disebelahku Adit yang sedari tadi tak tahu diam, sibuk melakukan sesuatu yang tak ada gunanya. Di depanku ada Dila yang hanya menunduk – mungkin menghindari sinar matahari yang akan menuju kulit wajahnya. Di belakangku ada Juni dan disampingku ada Ani. Didepan Adit, ada Aby yang berdiri dengan tegapnya, satu kata, keren.
“Eh, liat deh. Kakak kelas yang depan itu cantik yah” Adit menunjuk salah satu kakak kelas yang berdiri di depan sekali untuk barisan kelas XI.IPA. “biasanya yang barisan depan itu tu cantik-cantik” lanjutnya membuat Dila sedikit tersentak
“Kalo gitu aku mundur deh” jawab Dila tampak sedih. Aku hanya menatapnya simpati.
“Haha, emang kamu jelek Dil? Atau gak, kamu suruh aja si Lian, kan dia cantik” jawab Adit semaunya.
Dia tadi bilang apa? Canrik? Dia bilang aku Cantik?! Astaga!
Aku tersenyum lalu menatap Adit, “Saya anggap itu sebagai pujian” kataku manis, membuatnya mengernyitkan dahi.
“Bukan, itu hinaan” katanya kesal. Haha, siapa suruh sok bilang aku cantik – padahal di dalam hatiku, aku tampak sangat bahagia dibilang cantik oleh Adit. “Oh ya, Lian.. Kamu pendek banget sih”
Aku menatapnya sengit, mencoba menahan emosi, lalu kembali tersenyum. “Saya anggap itu sebagai pujian”
Sepersekian detik kemudian, dia tertawa namun segera ditahannya karena disaat yang bersamaan, pembina upacara sudah menutup amanatnya yang sama sekali tak kami dengarkan, maafkan kami.
Pukul 10:45, pelajaran Bahasa Indoneisa.
Aku tersenyum menatap teman-teman satu kelompokku. Aku, Ani, Irma dan Putra. Astaga, aku sudah kenal akrab dengan mereka semua. Pertama Ani, sang bendahara kelas kami yang perawakannya bisa dibilang heboh dan itu sangat cocok denganku. Irma, salah satu K-Popers dikelas ini, tapi dia cukup pemalu, lho. Dan terkahir Putra, teman curhatku. Kenapa teman curhatku laki-laki? Karena dari SMP, aku lebih sering cerita sama laki-laki, tapi untuk Via, di khusus, lho.
Lalu, Adit muncul di tengah-tengah kelompok kami tanpa alasan yang jelas, kalaupun alasannya jelas itu pasti karena dia ingin menganggu kami, dasar. Tapi untunglah, ibu Winti tengah keluar kelas, jadi kami bisa ribut sebebasnya.
“Putra, tukeran kelompok yuk?” ajaknya pada Putra dan Putra hanya bisa mengendikkan bahunya. “Please... Kelompok aku tu ya, isinya orang-orang pendiem semua, gak seru”
“Jadi maksud kamu kelompok kami ini ribut?” tanyaku dengan wajah datar dan ia hanya mengendikkan bahunya.
Tiba-tiba, Adit memukul kepalaku dengan pena miliknya. Aku menatapnya sangar. “Apaan sih? Sok romantis banget” kataku, lalu mengambil pena milikku, keluar dari bangkuku dan hendak memukulkan pena itu ke kepala Adit, tapi tak kena. Dan parahnya, aku malah memegang salah satu tangannya.
“Hiihh, cari-cari kesempatan ni” ucapnya terdengar sangat kejam dan itu tampak membuatku terlihat begitu nakal.
“Siapa juga” jawabku sembari berjalan dan menyembunyikan wajahku yang terasa panas. Astaga, harusnya aku tak membiarkan kontak fisik terjadi diantara kami.
Tok
Adit kembali memukulkan penanya ke kepalaku. Namun kali ini, aku tak menanggapinya karena sebenarnya, dipukul dengan pena itu tidak terlalu sakit. Kenyataannya aku hanya melebih-lebihkannya saja agar aku dapat mendapatkan moment yang lebih spesial dari moment sebelumnya, tapi saat aku tahu begini jadinya, aku jadi menyesal.
“Lian, temenin aku ke WC ya” Ani mengajakku secara tiba-tiba.
Aku yang saat itu dalam kondisi yang cukup buruk untuk melanjutkan tugas kelompok kami karena – oh, ayolah – ada Adit yang duduk dengan nyamannya di sebelah Putra. Dan dengan asumsi baru, yaitu; aku harus menjauhi Adit dalam jarak radius 5 meter selama 3 hari ini.
“Oke deh, yuk” jawabku pada akhirnya.
Aku dan Ani berdiri di depan kaca WC perempuan.
“Hmm, Lian” panggilnya ragu, aku segera menoleh.
“Iya”
Ani tampak ingin mengatakan sesuatu namun kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokannya. “Hmm, Jujur.. Aku kagum sama Aby”
Jantungku sedikit berdenyut saat mendengar nama Aby disebut, tapi aku mencoba tampak biasa. “Setuju!”
“Haha, karena sifatnya itukan?” Ani menatapku dengan pandangan agak sinis mungkin, tapi aku buru-buru membuang fikiran buruk itu.
Aku tertawa, “Hanya kagum”. Kami pun kembali kekelas.
Baru saja sampai di depan WC, orang yang baru saja kami bicarakan muncul.
Aku dan Ani buru-buru meninggalkan WC dengan tertawa.
~*~
Malam pun tiba!
Aku mengerjakan PR sembari mendengarkan lagu, namun tiba-tiba, handphoneku bergetar tanda sebuah SMS masuk.
Dari: Ani
Benih yang ditanam, dipupuk dan dirawat dengan baik akan menghasilkan buah yang amat baik jika di jaga dan di rawat bersama-sama.
#Spam
Rupanya SMS Ani. Hmm, siapa orang  yang di maksud di pesan ini?
Sebuah nama tiba-tiba terlintas di pikiranku,namun aku buru-buru menghapus nama itu dan melanjutkan belajarku.
Keseokan harinya
Seperti biasa, aku sekolah dengan begitu ceria. Huah, alsannya karena hari ini ada pelajaran Matematika – my favorite subject, walaupun gurunya seperti itu – dan karena adanya kehadiran dua mahkluk tuhan yang wajahnya sangat menggemaskan, walaupun salah satu dari mereka – itu Adit – punya hobi untuk menganggu ketenangan orang, tapi – oh ayolah – aku menyukainya.
               KERJAKAN LATIHAN BIOLOGI HALAMAN 14-15 YANG BAGIAN PILGAN. HARI INI DIKUMPUL!
               Aku menatap tulisan di papan tulis itu lama, “Aby, itu beneran ngumpulnya sekarang?” tanyaku pada Aby karnea ia pasti tau, dia kan ketua kelas. Aby mendekatiku, lalu berbisik “Enggaklah, itu cuma bohongan aja biar anak-anak kelas ngerjain plus gak ribut”
               Dia menjauhkan diri dariku, namun betapa terkejutnya ia saat di belakangnya ternyata ada Adit yang sepertinya mendengar ucapannya tadi. “Kamu mau nipu kita yah” tanya Adit dengan wajah anehnya membuat Aby mundur selangkah.
               “OY, TUGASNYA DIKUMPUL PAS PERTEMUAN BERIKUTNYA!” teriak Adit begitu semangat tak lupa tersenyum sinis. Anak-anak kelas yang tadinya tampak begitu rajin menulis dan mencari jawaban langsung bersorak senang.
Aku dan Adit tertawa geli. Aby hanya menatap kami dengan tatapan ini-semua-salah-kalian tapi mau bagaimana lagi, semuanya telah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. “Sori” kataku manis lalu memilih untuk duduk dibangkuku dan mengerjakan tuags yang diberikan walaupun aku tahu tugas itu tak akan dikumpulkan hari ini. Aby pun melakukan hal yang sama. Ia kembali ke bangkunya dengan wajah sedih, kasihan.
Anak-anak kelas mulai ribut, ada yang bermain, ada yang mengobrol, ada yang sibuk dengan Laptop/Notebooknya, dan ada yang masih tetap melanjutkan tugasnya – seperti aku dan Aby misalnya. Aku yang sudah selesai bergabung dengan kerumunan kecil yang tengah bermain sambung lagu dengan serunya di barisan sebelah bangkuku.
               Aku pun bergabung dengan mereka, namun parahnya aku, tak ada satupun lagu yang bisa ku sambungkan, meskipun itu begitu mudah. Alhasil, aku pun menerima hukuman yaitu menari di depan kelas. Aku dengan wajah masam berdiri di depan kelas – tidak terlalu depan sih, lagian siapa yang mau menari di depan kelas, bisa-bisa aku menjadi bahan cemoohan untuk periode 7 hari mendatang. Aku maju beberapa langkah hingga berdiri di depan meja Ani – agar tidak terlalu malu.
               Aku mulai menggerak-gerakkan tanganku bermaksud untuk memulai menari namun selintas ide muncul di benakku. Aku mengubah gerakanku menjadi gerakan dance Gee milik SNSD. Aku menari dengan semangatnya sambil mendendangkan lagu Gee tanpa ada perasaan malu. Lalu seorang anak yang duduk di depanku yang merupakan teman sebangkunya Ani berkata, “Lian, kamu aneh”
               Krek
               Seketika aku berhenti menari. “A-aa”
               Wulan – nama anak itu – menatapku datar, “Iya, kamu aneh”
               Aneh? Aneh katanya? Maksud dia apa?!!
               “Maksudnya?”
               “Menurutku kamu cukup pintar untuk tau apa itu ‘Aneh’” jawabnya santai dan sedikit menekankan pada kata Aneh. 
Oh, Oke.. Aku aneh dan aku tahu apa maksud dari aneh itu.
               Aku terdiam selama beberapa menit lalu memilih untuk duduk di samping Wulan, tak lagi mengikuti permainan yang pasti akan dikatakan aneh oleh Wulan. Kami diam tak saling berkata selama beberapa menit, wulan sibuk dengan gambarannya – dia pintar menggambar dan gambarannya sangat bagus, lho – dan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. “Hmm, Wulan.. Kenapa kamu bilang aku aneh?”
               Dia berhenti menggambar, “Kamu bisa ngerasainnya sendiri kan?” katanya kejam, “Lagian, aku baru ketemu sama cewek yang kayak kamu. Bisa dengan percaya dirinya menari sambil nyanyi di depan kelas. memang sih gak ada yang memperhatikan, tapi kan... kamu taulah”
               Oh, jadi karena itu. “Hehe, aku sering kok kayak gini”
               “Karena itulah cowok yang kamu suka gak terlalu simpati sama kamu”
               “Jadi aku harus bagaima.. eh, emang kamu tau aku suka sama siapa?” tanyaku sedikit terkejut.
               “Adit kan? Sama si Aby” jawabnya santai tanpa nada berbisik atau apapun. Astaga! Siapa yang memberi tahu dia?! Rasanya yang tau aku suka sama Adit cuma Putra, Ani, sama Juni. Terus yang tau aku suka sama Aby cuma Putra seorang. Jangan-jangan Putra nyebarinnya ke orang-orang. “Aku tau sendiri kok, kamu keliatan banget kalo suka sama mereka”
               Begitukah? Senampak itukah?
Aku menunduk, lalu aku dapat merasakan tangan seseorang membelai rambutku.
“Tenang aja, aku bisa bantu kamu kok biar gak jadi aneh lagi” katanya menenangkanku. Aku menatapnya penuh harapan, “Coba jadi sedikit feminim untuk waktu 5 hari ini, cara jalan, sikap, cara bertutur kata, itu harus diubah menjadi sedikit feminim. Mengerti?”
Aku mengangguk mengerti. Terima kasih Wulan.
~*~
Rabu penuh keajaiban pun tiba! Tapi, aku mencoba untuk tidak terlalu bersemangat dan tak terlalu berekspresi untuk rabu penuh keajaiban ini, karena – kalian tahu kan – aku sudah dibilang ‘aneh’ oleh seorang Wulan yang menurut kacamataku jauh lebih ‘aneh’ dia dari pada aku.
Jadi, aku menjalani hariku dengan D-I-A-M, tak banyak bicara, murung dan hal-hal lain sejenisnya.
Aku duduk dibangkuku sembari menulis tugas yang diberikan guru – karena kebetulan gurunya tidak masuk dan itu membuat anak-anak kelasku merasa sangat bahagia. Adit teman-temannya pun bermain perang kertas – dan itu benar-benar tak berguna – di kelas sambil berlari-lari. Aby yang biasanya tak ikut, sekarang malah bergabung dengan kelompok Adit.
Kertas-kertas itu pun melayang di udara, dan mereka mulai saling menyerang, ada yang kena dan ada yang tidak, kadang mereka tak sengaja menyerang salah satu dari anggota kelompok mereka sendiri. Adit yang sedari tadi tak pernah kena, berlari kesana kemari dengan senangnya, keringatnya pun bercucuran, ingin rasanya mengelap keringat si Adit.
Plak
Aby yang melempar bola itu menatapku ngeri, aku mengambil gumpalan kertas yang tadi sempat mengenai kepalaku lalu menatapnya ganas. “DASAR!” teriakku, lalu terdiam, teringat kata ‘aneh’.  Aku menarik nafas hingga 5 kali lebih dan menyempatkan diri untuk melirik kearah Wulan dan ia melihat kearahku dengan tatapan sabar-aja-atau-citra-aneh-bakal-kembali.
Aku melemparkan kertas itu kearah Aby dan dilangsung ditangkapnya. Aku kembali duduk, lalu seseorang berdiri di depanku.
“Kamu tambah aneh kalo diem kayak gini” kata Putra bijak, lalu kepalanya terkena salah satu gumpalan kertas. Ia pun kembali bermain.
Aku sedikit tersentak dengan kalimat Putra tadi, dengan ragu, aku melirik Wulan yang tengah asyik dengan dunianya sendiri yang dituangkannya pada sebuah kertas tak lupa dengan goresan-goresan halus yang menciptakan sebuah gambaran indah.
Kayaknya aku harus kembali jadi diriku yang sebenarnya, manusia aneh menurut mereka, tapi normal menurutku. Kalau terus seperti ini, aku merasa menemukan orang asing tengah bersemayam di tubuhku yang menjadi penghalang bagiku untuk bertindak seperti biasanya.
Matahari semakin tinggi bersinar, perlahan aku kembali ke sosok asliku, ceria dan penuh kehebohan.
Pukul 12:30, waktunya istirahat makan siang!
Aku mengeluarkan semua tenagaku untuk mengerjakan 10 soal essay Bahasa Indonesia, karena apa? Karena aku lupa membuatnya. Dan setelah 25 menit berlalu, aku terkulai lemas dibangku ku sendiri.
“Wah, hebatnya 10 soal essay dalam 25 menit, padahal jawabnnya panjang-panjang dan susah-susah semua, lho” puji Ani yang tiba-tiba muncul di sampingku. Aku hanya tersenyum, karena bagiku saat ini, untuk tertawa atau pun berbicara satu kata saja sudah menjadi sesuatu yang sangat melelahkan.
“Hmm,,, Lian. Kamu tau gak arti pesan Spam-ku 2 hari yang lalu?” ia bertanya ragu. Lalu satu per satu huruf di dalam kepalaku muncul hingga membentuk suatu nama, nama yang saat Ani mengirimkan pesan Spamnya itu sempat muncul, nama yang saat itu buru-buru kubuang jauh-jauh.
Nama itu adalah... “Aby. Faby Irvan Riansyah”
Ani tersenyum mendengar jawabku, “Kok bisa bener sih”.
Hatiku hancur, sosok asing dalam diriku kini kembali muncul, sosok yang menjadi penghalangku untuk melakukan tindakan-tindakan aneh, bagian dalam diriku yang bisa dibilang sedikit normal itu muncul, membuatku kembali diam tak berkutik.
“Kenapa?” tanya Ani samar, “Atau mungkin, kamu juga suka sama Aby”
“Tentu saja tidak!” aku langsung menyangkalnya.
Oke ini kesalahanku.
Ani tersenyum bahagia, “Syukurlah”
Apa yang telah terjadi?! Kenapa harus Ani? Kenapa harus menyukai orang yang sama dengan Ani? Orang yang paling bisa mengerti diriku di kelas ini?! Kenapa harus dia?!
‘Kenapa harus menyukai orang yang sama?’ Tulisku pada bagian belakang lembar bukuku.
Bel masuk pun berbunyi. Kelas ini pun di penuhi oleh para penghuninya yang tadi sempat keluar entah kemana untuk mencari makanan – atau hal lain yang bersangkutan.
“Apa itu?” tanya Aby yang ada di sampingku. Aku menatapnya penuh harapan. Ini tentang kamu.
“Oh, gak ada apa-apa kok By” jawabku, dan dia hanya diam. Lalu Fitrah menarik tangan Aby menjauh dari ku. Mungkin, mungkin saja,, perasaanku ini harus mati demi orang lebih banyak berharap di banding aku.
Dan hari ini kuakhiri dengan menjadi normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar