Selasa, 20 Januari 2015

Bukan Cerpen tapi Diary




Bukan Cerpen tapi Diary
-Ini adalah untaian cerita massa SMA-ku-
By: Berliana Syafitri
Series
Aku Liana Safira dengan semua cerita tentang masa SMA-ku^^


#5

Its hurt, ya!

Selamat siang hari Minggu yang membosankan. Dan terima kasih ibu karena telah menghentikanku keluar rumah hari ini, tak lupa terima kasih untuk kakakku tersayang yang telah memonopoli Laptop hari ini dan oh ya satu lagi, terima masih ayahku yang baik karena telah ikut-ikutan memonopoli TV di rumah.
Oh astaga! Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Tidakkah kalian berfikir tentang diriku yang sekarang dalam masa-masa super ribet hanya karena sebuah ulangan tengah semester?! Aku pusing, aku hampir gila – oke aku akui ini terlalu berlebihan – tapi – oh, ayolah – aku butuh hiburan. Ulangan tengah semester tak seharusnya menghentikan semua aktivitasku, karena, toh, aku masih punya Handphone..
Benar! Handphone!! Kenapa tak terpikirkan dari tadi? Dasar bodoh.
Aku mulai memainkan handphoneku. Mulai dari membuka Facebook, BBM, Instagram, Path, dan terakhir Twitter.
Kalau suka sama seseorang jangan setengah-setengah.
Aku mengeTweet sesuatu di Twitterku. Iya benar sekali, itu adalah kata-kata yang Juni ucapkan sekitar 6 hari yang lalu dan sampai sekarang kata-kata itu masih terus terngiang di benakku. Lalu sebuah pesan – bukan mention yah – masuk. Aku buru-buru membukanya.
@Abay_Pranata : Lian boleh nyanya gak?
Itu dari Abay! Dari ABAY!!! Orang yang sempat aku sukai saat SMP, orang kedua yang aku sukai saat SMP. Astaga! Mimpi apa aku semalam sampai-sampai dia mengirimiku pesan  seperti itu?
@Lianafira : Boleh dong, nanya apa?
@Abay_Pranata : Tau gak sama kakak kelas kamu yang namanya Rindita Amalia?
Oh, kakak kelas itu. Kakak kelas yang cantik itu. Kakak kelas yang berpotensi kenjadi Ikon SMA tahun ini. Tentu saja aku tahu.
@Lianadira : Tau, kenapa? Kamu suka sama dia yah?
@Abay_Pranata : Iya, kamu tolong kasih tau aku beberapa informasi tentang dia yah. Bisa kan?
Tentu saja bisa, sangat bisa. Tapi, bukannya Abay baru putusan sama pacarnya sekitar seminggu yang lalu yah? Cepat sekali dia Move On dari pacarnya itu, padahal pacarnya itu cantik banget loh.
@Lianafira : Okesip.
@Abay_Pranata : Makasih.
Dan berakhirlah percakapan kami yang teramat singkat itu.
Keesokan harinya
Pukul 12.30, waktu istirahat makan siang.
Para siswa keluar dari kelasnya, mencari makanan untuk mereka makan – pastilah, memangnya untuk apa lagi. Sedangkan aku, Juni, Adit dan Putra tengah mengobrol di kursi depan kelas kami. Aku berbisik ke Putra hendak menanyakan tentang kakak kelas yang kemrin ditanyakan oleh Abay namun respon Putra malah membuat orang-orang yang ada disitu tau akan niatku.
“Oh, si Rindita, kenal dong” ucap Putra keras. Dasar.
Aku menatap Putra dengan pandangan membunuh sedangkan ia hanya tertawa cekikikan. Tahu-tahu, Adit bergabung dengan kami.
“Siapa? Rindita? Kakak kelas yang cantik itu yah?” tanyanya penasaran. Aku menatapnya ragu namun ucapan Putra lagi-lagi membuatnya berhak mendapat tatatapn tajam dan kalau bisa aku mau menjambak rambutnya agar dia diam.
“Tau gak? Aku suka sama dia, lho” ucap Adit sambil berbisik. Aku, Putra dan Juni menatapnya simpati sekaligus terkejut. Ah, mungkin saja dia hanya bercanda.
“Bukannya kamu pacaran sama Tika yah?” tanyaku mewakili yang lainnya, Adit hanya tersenyum.
“Ya gitu deh, perasaan seseorang selalu saja berubah. Kadang ia mencintai kadang juga ia berhenti mencintai. Seperti itulah siklusnya” jawabnya santai bahkan kelewat santai. Aku, Putra dan Juni hanya bisa memberikan ekspresi bodoh. Adit benar-benar kejam. “Haha, gak usah aneh gitu kali. Ini bukan yang pertama kalinya aku ngerasa kayak gini” lanjutnya membuat aku, Putra dan Juni berekspresi makin parah. Adit tertawa membahana.
“Dasar cowok” umpat Juni diam-diam namun ternyata di dengar oleh Adit. Juni pun pergi melangkah masuk kekelas.
“Oh iya, Lian aku mau tanya.. Kamu kan cewek yah,, kado untuk cewek tu bagusnya apa?” ia bertanya padaku. PADAKU!
“Boneka, Jam, Novel. Hmm, banyak deh. Emangnya buat siapa?”
“Buat kak Rindi”
Ckit.
Sebuah jarum menusuk jantungku. Dia tidak main-main!
Ini, terasa masih terasa sakit meski aku sudah menunggunya sangat lama. Meski selama ini dia sering bergonta-ganti pacar, ini tetap sakit. Kenapa? Karena dia mengatakan itu tepat di depanku. Dan itu sakit. Ah, tidak, aku tidak sakit, aku hanya hancur.
“Kamu kenapa?” tanya Adit sambil melambai-lambaikan melambai-lambaikan tangannya di hadapanku.
“Gak apa” kataku singkat. Aku merasa sangat buruk, aku sedang hancur! Aku masuk ke kelas, melangkahkan kakiku yang terasa berat dan menjatuhkan beberapa pecahan serpihan perasaanku yang hancur.
Sepertinya aku harus segera mengambil keputusan. Good bye,,, Adit.
~*~
“Psssttt”
Aku menoleh, dan melihat sosok Aby tengah melakukan suatu penyambungan obrolan jarak jauh, obrolan dengan kata isyarat.
“Pinjem minyak angin”
Arti dari kata isyaratnya. Aku buru-buru mengambil minyak angin yang ada di tasku lalu memberikannya ke orang di sebelahku dan orang di sebelahku itu memberikan ke orang yang ada di sebelahnya dan seperti itu lah seterusnya hingga akhirnya sampai di tangan Aby. Ia mengucapkan terima kasih.
“Ehem” Orang di belakangku berdehem, dia Riska.
“Kenapa?” tanyaku, sok bodoh atau memang benar-benar bodoh.
“Ciye, kayaknya makin akrab aja nih” ucapnya menggodaku, aku memaksakan diri untuk tersenyum. Mungkin jika dia mengatakan hal itu kemarin aku akan tersenyum senang, tapi dia mengatakannya hari ini. Dan apakah aku harus tersenyum dengan semangatnya hari ini, di saat aku sedang hancur karena pernyataan Adit saat istirahat makan siang tadi? Hmm, Oke, mungkin di beberapa ceritaku sebelumnya sudah menunjukkan kalau aku menyukai Aby di saat aku masih menyukai Adit tapi... ini tetap saja sakit!
Aku merasakan tatapan panas dari belakangku, aku buru-buru kembali ke posisi semula dan melihat Ani yang tengah menatapku tajam. Astaga! Aku hanya menunduk.
Saat ini adalah jam pelajaran Bahasa Inggris. Salah satu pelajaran yang sangat ku benci sejak SMP, entah karena apa.  Aku menatap jam dinding di kelas yang rasanya tak bergerak sama sekali, ada apa dengan jam kelas ini?! Apa batrenya sudah habis?
Tring~
Bel sekolah nan merdu berbunyi setelah beberapa menit – 3o menit bisa dibilang beberapa menit?.
Aku membereskan barang-barangku dan disana aku menemukan sebuah kertas yang dilipat rapi. Astaga! Surat apa ini? Apa mungkin ini surat cinta?. Aku membuka kertas – atau sebut saja surat cinta – itu.
“Ehem” suara seseorang yang sangat kukenal terdengar dan rasanya ia berada di depanku. “Nih, makasih yah” kata sosok itu seraya menyodorkan minyak angin kearahku.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap sosok itu, Aby. Dia terlihat sangat bersinar dengan senyum hangatnya, suaranya terdengar lembut, dan uluran tangannya seakan mengajakku untuk mencintainya lebih dalam. “Sama-sama”
Ia berlalu dan aku hanya menatap punggunya yang terlihat amat tegap, rambutnya di terpa angin melayang kesana kemari, tubuhnya yang terbalut jaket berwarna hitam dengan garis-garis warna merah terlihat menawan. Aku memandang sosok itu hingga ia menghilang.
Oh astaga! Aku hampir melupakan nasib surat itu.
Aku membuka kertas itu perlahan, dan menaruh harapan yang amat besar akan isi surat itu. Namun,, namun... isi nya hanya sebuah tulisan tak berguna, bahkan tulisannya saja tak terlihat karena tertutupi oleh banyaknya coretan-coretan yang sama tak bergunanya. Dengan jengkel, aku meremuk kertas tak berguna itu dan pergi meninggalkan kelas.
Malamnya
Dari: Adit
Ada PR gak?
Dari: Aby
Besok ada PR nggak?
2 buah SMS masuk bersamaan ke Handphoneku dan parahnya isinya hampir sama pula, dan yang tak kalah mengejutkannya lagi itu dari 2 orang yang aku suka! Cantik sekali.
Dari: Putra
Heh, besok gak ada Pr kan?
Oke, Thanks Putra karena telah merusak moment cantik ini.
Aku membalas pesan mereka satu persatu, untuk Adit dan Aby jawabannya bisa dibilang cukup formal, namun untuk Putra, jawabnnya sama sekali tak bersahabat. Salah siapa mengganggu moment cantik yang datangnya mungkin Cuma sekali di Handphoneku.
Dan setelah menunggu cukup lama, tak satupun dari SMSku itu di balas oleh mereka, oke, mungkin ini karma karena Putra, thanks lagi Putra. Astaga sudah berapa kali aku berterima kasih dengan Putra?!
Dari: Adit
Oke, Thanks. Lian, kamu beli jam kamu itu dimana dan berapa harganya? Aku mau kasih jam buat Kak Rindita.
Krek
Hatiku yang baru saja terpasang, hancur, sangat hancur.
Dari: Liana
Di  Mall ICON lantai 2 dekat eskalator, nama tokohnya CintaJam.
Aku menjawab pesan itu dengan perasaan hancur, atau apalah ituyang aku tak mau menjelaskannya. Semuanya sudah terlalu sakit, sangat sakit, sakit sekali.
Dari: Aby
Makasih, oh iya, tadi buku fisika kamu masih ada sama aku. Besok aku kembaliin yah. Sekalian mau nanya, rumus cari jarak GLBB(Gerak Lurus Berubah Beraturan)apa yah?
Pesan dari sosok lain datang,
Dari: Liana
S= V0 t +  a t2
Fisika lagi, akankah Fisika dapat menjadi penghubung antara aku dan Aby?
Dari: Adit
Oh Thank ya.
Dari: Aby
Makasih ya
SMS itu datang bersamaan lagi.
Dan malam itu berakhir dengan datar.
~*~
2 hari yang lalu setelah Adit memberi tahu tentang ketertarikannya dengan Rindi, ia putus dengan Tika, pacarnya yang amat cantik itu. Dan sekarang ia tengah berdiri di tengah-tengah kelas dengan mengangkat sebuah kotak kecil yang telah dihias cantik di tangan kanannya, di belakangnya ada Putra, Aby dan Fitrah tengah berdiri dengan gaya sok cool-nya – terkecuali Aby karena dia memang keren. Oh, ayolah Lian. Kamu sedang patah hati, ingat. Lupakan tentang betapa kerennya Aby sekarang!
“Woy, minta doanya yah. Hari ini aku mau ngasih kado buat kak Rindi, semoga dia mau menerima kado ini sama halnya seperti ia mau menerima hatiku ini. Amin” teriaknya di tengah kelas tidak jelas – bukan hanya menurutku, lho – dan tidak berguna. Tapi rupanya anak-anak kelas kami banyak juga yang tertarik dengan permintaan aneh itu, dan dengan senang hatinya mereka berdoa. Oke, disini aku adalah tokoh antagonis yang jelek tapi berharap sangat besar untuk seseorang yang amat keren dan di puja-puja orang dan parahnya lagi aku malah menyukai orang lain di saat aku masih menyukai Adit. Aku benar-benar serakah dan aku mengakui itu!
Adit dan ke-3 prajuritnya atau sebut saja dayangnya – haha – melangkahkan kakinya meninggalkan kelas.
Semoga sukses, Dit.
“Sabar aja Lian, kadang kisah cinta itu tak sesempurna seperti drama-drama korea. Suatu hari, seseorang akan datang ke kehidupan kamu dan melengkapi itu. Tunggu aja.” ucap Juni menepuk pundakku simpati.
“Makasih Jun, tapi kayaknya, aku udah nemu orang itu”
“Aby?”
SENAMPAK ITUKAH?
“Hehe, tenang aja Lian, aku bakal jaga rahasia kamu. Lagian ya, cinta itu pasti akan di tunjukkan suatu saat. Mungkin saat ini kamu nyembunyiin cinta itu dengan seluruh jiwa kamu, tapi suatu saat cinta itu akan terkuak, tak selamanya cinta itu tersembunyi” ucapnya bijak. Terima kasih Juni. “Omo, aku ngomong kayak cewek-cewek penengah di drama korea deh. Haha” lanjutnya. Apapun itu, terima kasih Juni.
“Di kelas ini ada yang namanya Liana Safira gak?” kata seseorang sambil memukul pintu kelasku, aku sedikit terpanjat.
Semua mata tertuju padaku. Takut-takut, aku melihat kearah pintu dan disana ada sekitar 5 orang kakak kelas nan cantik tengah berdiri dengan gaya angkuhnya. Kalau tidak salah, itu adalah kakak-kakak kelas yang pernah aku lihat saat awal masuk SMA dulu. Mau apa mereka kemari?
“Kamu? Kesini sebentar” ucap kakak kelas itu lagi. “Kamu tau aku kan?” lanjutnya.
Kakak kelas ini,,, dia ini,,, mantan pacarnya Abay kan? MANTANNYA ABAY?!!! BUAT APA DIA KESINI?!
“Aku, Rina. Mantan pacarnya Abay. Kamu tahu kan?” jelas mantan Pacarnya Abay itu. “Aku kesini buat ngasih tau kamu sesuatu. Beberapa hari yang lalu, Abay ngirim pesan lewat twitter ke kamu kan?”
Aku mengangguk kaku, badanku terasa bergetar, mulutku rasanya tak dapat mengatakan apapun, jantungku berdegub sangat kencang bahkan sampai terasa sakit, suhu badanku tiba-tiba terasa dingin. Apa mungkin mantan pacarnya Aby ini...
“Twitternya dia masih aktif di Handphone aku, jadi aku bisa tau semua percakapan dia termasuk sama kamu. Dan aku ingetin ke kamu untuk mengabaikan pesan-pesan atau permintaannya si Abay sama kamu. Kenapa? Karena Abay itu milik aku dan tak seorang pun dapat mengambilnya”
Kakak-kakak kelas dibelakang kak Rina menatapku tajam beberapa dari mereka malah terlihat mencemoohku dengan bahasa tubuh mereka. Seburuk itulah tindakanku di mata mereka? Memangnya ada yang salah dengan menjawab pesan dari Abay? Bukannya kak Rina sama Abay udah putusan ya? Apa mungkin kak Rina gak rela kalau dia putusan sama Abay.
“Inget itu” ancamnya sambil berlalu diikuti oleh teman-temannya.
Badanku terasa lemas, lututku rasanya meleleh hingga tak mampu menahan bobot tubuhku, ada apa denganku? harusnya aku melawan kak Rina, bukannya berdiri seperti patung dengan wajah yang memucat seperti tadi. Betapa memalukannya aku! Bodoh!
Sekian menit berlalu, jam istirahat hanya tersisa 5 menit lagi dan aku belum memakan apapun. Kejadian hari ini, tidak, bukan hanya hari ini, tapi minggu-minggu ini benar-benar membuatku gila. Rasanya lebih baik aku sakit dari pada harus merasakan hari-hari nan menyesakkan di sekolah. Aku mulai benci sekolah!
“Tadi kenapa?” ucap Adit, Putra dan Aby yang tahu-tahu muncul entah dari mana. Aku menatap mereka tanpa ekspresi dan tampaknya mereka mengerti. “Oh, tau. Itu si Rina yang gak bisa terima kalau dia udah di putusin sama Abay kan. Hah, bagus sih Abay mutusin cewek bego kayak dia. Udah beraninya sama adek kelas, ngajakin temen lagi, cemen banget” lanjut Adit dengan santainya.
“Emangnya tadi kamu liat? Bukannya kamu ke kelasnya kak Rindi ya?”
“Liat lah, aku kan tadi lagi duduk di teras sama mereka. Harusnya tadi kamu minta tolong sama aku” katanya.
Aku tersenyum pahit. Aku siapa sampai harus minta tolong sama kamu, Dit?
“Gak usah takut sama cewek kayak gitu, dia tu Cuma banyak gaya doang. Aslinya penakut. Haha” ucap Putra ikut-ikutan.
Oke jadi ceritanya begini: Adit, Putra dan Abay itu sahabatan waktu SMP, jadi mereka tahu betul dengan kehidupan pribadi dari masing-masing mereka. Dan sekarang, walaupun diantara mereka Cuma Abay yang beda sendiri sekolahnya, mereka masih terus berhubungan dengan baik. Sama seperti aku, Via dan Heru.
Kembali ke masa sekarang. Aby yang tak mengerti apa-apa pergi meninggalkan kami sedangkan Adit dan Putra masih sibuk dengan obrolan mereka di depan bangkuku. Aku hanya terkulai lemas, memejamkan mataku dan berharap saat aku membuka aku akan melupakan semua tentang hari ini. Karena hari ini, semuanya membuat hatiku sakit.
Adakah yang lebih buruk dari hari ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar